Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mempersilakan pihak perbankan memberikan kredit atau pembiayaan untuk pengadaan dan pengolahan tanah ke pengembang.
Ketentuan OJK tersebut merevisi aturan sebelumnya yang membatasi bank untuk tidak memberikan kredit pengadaan tanah. Namun, ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi.
Antara lain, proses pembangunan hunian harus sudah dilakukan di tanah yang dibebaskan dalam kurun waktu satu tahun setelah kredit dikucurkan. Selain itu, tanah yang dibiayai hanya untuk pembangunan hunian atau rumah susun serta tidak berada di kawasan komersial.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana, dalam artikel yang dimuat Kontan.co.id, Kamis (16/8) menyebutkan hal ini dilakukan untuk mendorong pembangunan kredit perumahan terutama untuk pengembang menengah ke bawah.
Alasannya, selama ini OJK menilai pengembang menengah ke bawah ada yang kesulitan untuk meningkatkan pembangunan rumah lantaran harga tanah yang tinggi. Dengan diperbolehkannya bank memberikan kredit kepada pengembang, diharap hal ini dapat membantu membangun rumah yang terjangkau bagi masyarkat.
Hal tersebut mendapat respon beragam dari kalangan bankir. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sebagai bank penyalur kredit perumahan terbesar di Tanah Air menyebut pihaknya memang selama ini sudah memberikan kredit untuk tanah/lahan perumahan.
Hanya saja, kredit tersebut khusus diberikan apabila pengembang membangun rumah bersubsidi. Kredit tersebut, menurut Direktur Strategi, Resiko dan Kepatuhan BTN Mahelan Prabantarikso masuk ke dalam segmen kredit konstruksi perseroan.
"Kebijakan ini merupakan perluasan pengenaan kebijakan untuk pengembang yang akan membangun rumah non subsidi," ujarnya kepada Kontan.co.id, Kamis (16/8).
Tentunya, Mahelan berharap hal ini akan meningkatkan kinerja pembangunan perumahan dan diharap target pembangunan kredit pemilikan rumah (KPR) perseroan pun dapat tercapai.
BTN merupakan salah satu bank yang antusias dengan kebijakan OJK ini. Lantaran, dengan adanya pembiayaan kredit lahan maka jenis kredit ini bisa dibundling atau diikutsertakan dengan konstruksi. Mahelan menuturkan, dalam hal penguasaan lahan sebaiknya memang sudah menjadi satu kesatuan dan tidak sporadis.
"Sehingga secara keseluruhan seluruh perencanaannya lebih terukur. Pencairan kredit juga didasarkan pada prestasi proyek," tambahnya. Mengenai mitigasi resiko penyaluran kredit lahan, bank bersandi emiten BBTN ini menyebut masing-masing bank selalu memegang prinsip kehati-hatian. Dengan kata lain, kredit lahan hanya akan diberikan kepada debitur atau pengembang dengan rekam jejak kredit yang positif.
Sebagai gambaran saja, sampai dengan kuartal II 2018 BTN sudah menyalurkan kredit perumahan sebesar Rp 191,3 triliun atau sebanyak 90,52% dari total kredit perseroan. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 19,76% year on year (yoy) dari posisi kuartal II 2017 sebesar Rp 159,73 triliun.
Khusus untuk kredit konstruksi sendiri, bank plat merah ini mencatatkan realisasi sebesar Rp 27,59 triliun per Juni 2018. Meningkat dari capaian periode yang sama tahun sebelumnya Rp 23,58 triliun atau naik 17,03% yoy.
Berbeda dengan BTN, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) justru ogah memberikan kredit tanah atau lahan. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya lebih memilih untuk memberikan KPR saja, ketimbang harus membiayai lahan pembangunan kepada pengembang.
Jahja menegaskan, BCA memang sangat berhati-hati dalam memberikan kredit. Selain itu, kredit tanah menurut perseroan memang memiliki resiko yang terbilang lebih tinggi dibandingkan kredit perumahan.
"Kita tidak memberikan kredit tanah. Kami juga tidak terlalu tertarik biayai tanah. Urusan tanah banyak lika-likunya. Lebih baik kalau sudah beres baru kita biayai KPRnya," tegasnya.
Sebagai catatan, BCA memang tengah gencar mendorong pertumbuhan KPR. Sampai dengan kuartal II 2018 lalu total outstanding KPR perseroan mencapai Rp 74,55 triliun atau tumbuh 4,03% yoy. Dengan rata-rata ticket size di kisaran Rp 756 juta per unit.
Rivan A Purwantono, Direktur Konsumer PT Bank Bukopin Tbk mengatakan masih akan mendalami terlebih dulu aturan tersebut. Hanya saja, pihaknya menyebut kebijakan baru ini dilakukan untuk mendukung sektor perumahan terutama pengembang menengah ke bawah.
Adapun, pemberian kredit ini dikhususkan untuk tanah clearing untuk dimulai penggalian atau urug. "Pencairan kreditnya atau pembiayaannya dilakukan bertahap berdasarkan progres proyek yang dibiyai dan harus segera dilakukan pembangunan. Untuk KPR, Bukopin masih melakukan penambahan kerjasama dengan pengembang terlebih dulu di setiap kota cabang Bukopin," ujar Rivan.
Senada dengan Bukopin, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) masih akan mengkaji kebijakan tersebut. Pasalnya, sampai saat ini Bank Jatim masih mengikuti larangan regulator untuk tidak memberikan kredit untuk pembelian tanah. "Pasti kami kaji, pada prinsipnya pasti memberikan potensi baru. Terutama dengan pengembang yang kredibel," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News