Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
Tentunya, Mahelan berharap hal ini akan meningkatkan kinerja pembangunan perumahan dan diharap target pembangunan kredit pemilikan rumah (KPR) perseroan pun dapat tercapai.
BTN merupakan salah satu bank yang antusias dengan kebijakan OJK ini. Lantaran, dengan adanya pembiayaan kredit lahan maka jenis kredit ini bisa dibundling atau diikutsertakan dengan konstruksi. Mahelan menuturkan, dalam hal penguasaan lahan sebaiknya memang sudah menjadi satu kesatuan dan tidak sporadis.
"Sehingga secara keseluruhan seluruh perencanaannya lebih terukur. Pencairan kredit juga didasarkan pada prestasi proyek," tambahnya. Mengenai mitigasi resiko penyaluran kredit lahan, bank bersandi emiten BBTN ini menyebut masing-masing bank selalu memegang prinsip kehati-hatian. Dengan kata lain, kredit lahan hanya akan diberikan kepada debitur atau pengembang dengan rekam jejak kredit yang positif.
Sebagai gambaran saja, sampai dengan kuartal II 2018 BTN sudah menyalurkan kredit perumahan sebesar Rp 191,3 triliun atau sebanyak 90,52% dari total kredit perseroan. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 19,76% year on year (yoy) dari posisi kuartal II 2017 sebesar Rp 159,73 triliun.
Khusus untuk kredit konstruksi sendiri, bank plat merah ini mencatatkan realisasi sebesar Rp 27,59 triliun per Juni 2018. Meningkat dari capaian periode yang sama tahun sebelumnya Rp 23,58 triliun atau naik 17,03% yoy.
Berbeda dengan BTN, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) justru ogah memberikan kredit tanah atau lahan. Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya lebih memilih untuk memberikan KPR saja, ketimbang harus membiayai lahan pembangunan kepada pengembang.