Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) berjalan di tempat. Hingga kini, RUU itu juga belum tuntas. Padahal, Undang-Undang No 4 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mengamanatkan BPJS sudah harus beroperasi mulai 19 Oktober 2009.
Jika tak ada UU BPJS, maka empat Badan Usaha Milik Negara yang kini menyelenggarakan asuransi sosial, yaitu PT Jamsostek, PT Askes, PT Asabri, dan PT Taspen tidak bisa mengemban fungsi sebagai BPJS.
Itu sebabnya, Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga mengusulkan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) segera meminta Mahkamah Konstitusi (MK) menerbitkan fatwa tentang penggunaan pasal 52 di ketentuan peralihan UU BPJS. Penerbitan fatwa itu memungkinkan keempat BUMN menyandang status sebagai BPJS.
Jika MK membolehkan keempat BUMN beroperasi sebagai BPJS, maka pemerintah tak perlu buru-buru menyampaikan RUU BPJS ke DPR. Sebagai informasi, MK telah mencabut aturan hukum yang membatasi siapa saja yang bisa menjadi BPJS.
Hotbonar pesimistis, DPR bisa menuntaskan pembahasan RUU BPJS tahun ini. "DPR tak mungkin memprioritaskan pembahasan RUU itu karena sibuk dengan pemilihan presiden," ujar Hotbonar. Ia juga menyarankan pemerintah membuat Peraturan Pemerintah pengganti UU (Perpu) yang menyatakan BPJS sudah beroperasi sesuai ketentuan UU No 4/2004.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News