Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Para investor alias pemberi pinjaman lewat paltform fintech P2P lending bakal dimudahkan untuk mengurus pajak. Pasalnya skema pemotongan pajak sedang diupayakan untuk dirubah.
Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) masih membahas soal aspek perpajakan dengan Ditjen Pajak. Ketua Umum AFPI Adrian Gunadi menjelaskan, mekanisme penarikan pajak nantinya akan melalui skema Wapu atau wajib pungut PPN.
“Fintech peer to peer lending berpotensi sebagai Wapu,” kata Adrian kepada Kontan.co.id, Senin (18/2). Hal ini akan berbeda dengan aturan saat ini di mana pemberi pinjaman harus mengurus sendiri urusan pajaknya.
Dalam hal ini, menurut dia, platform fintech akan dikenakan pajak penghasilan PPh 23 bagi pemberi pinjaman yang diambil dari bunga atas pinjaman. Ini adalah pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal.
Sekedar informasi, tarif PPh 23 yang dikenakan atas nilai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atau jumlah bruto dari penghasilan. Ada dua jenis tarif yang dikenakan pada penghasilan yaitu 15% dan 2%, hal itu bergantung objek pajak yang dikenakan.
“Pajaknya diambil dari bunga atas pinjaman, di mana pada PPh 23 mengatur pajak sebesar 15%,” ungkapnya.
Wakil Ketua AFPI Sunu Widyatmono mengatakan, melalui skema ini pihak lender tidak perlu repot mengurus pembayaran pajaknya sendiri, dari memotong pajak dari penghasilan, menyetorkan uang hingga melaporkannya ke kantor pajak.
“Cara kerjanya sudah seperti bank, uang yang dikeluarkan sudah langsung dipotong pajak. Proses ini membuat semuanya jadi gampang, karena mereka mendapatkan pendapatan yang sudah bersih,” tambahnya.
Secara bisnis, skema penarikan pajak ini akan mempermudahkan lender dari institusional atau korporasi untuk mengurusi administrasi terkait pajak. Karena bisa memangkas biaya untuk merekrut orang yang mengurusi pajak mereka.
“Itu menguntungkan dari lender institusional, tapi kalau dari lender individu masih kami diskusikan,” ujarnya.
Terkait hal ini, Direktur Pelayanan, Penyuluhan, dan Humas Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengaku, pihaknya mesti mengecek lebih dahulu mengenai aturan pajak fintech ini kepada pihak-pihak yang bersangkutan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News