Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju bisnis dari pelaku industri pembiayan cenderung melambat di tahun lalu. Pemain di sektor ini pun hanya mampu meraih pertumbuhan aset sebesar satu digit.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), aset industri multifinance tumbuh 5,7% menjadi Rp 504,76 triliun. Jumlah tersebut tumbuh tipis dari realisasi tahun 2017, yaitu Rp 477,16 triliun.
Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non Bank (IKNB) 2B OJK Bambang W. Budiawan mengatakan bahwa lambatnya pertumbuhan aset ini disebabkan sumber pendanaan dari perbankan juga mengalami penurunan.
“Sebagian besar karena sumber pendanaan bagi perbankan yang menurun, sehingga bagi multifinance yang kekurangan modal tidak bisa meningkatkan pembiayaan. Alhasil, pertumbuhan pembiayaan rendah,” jelas Bambang kepada Kontan.co.id, Jumat (25/1).
Selain penurunan pendanaan, pertumbuhan yang mini juga dikontribusi oleh tiga perusahaan multifinance berbasis Syariah berhenti berproduksi. Hal ini diperparah, oleh kondisi pasar otomotif yang juga tumbuh melambat.
Ketua Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Soewandi Wiratno, membenarkan bahwa seretnya pendanaan dari perbankan telah menganggu kinerja penyaluran kredit multifinance. Dalam beberapa waktu belakangan, perbankan makin hati-hati dalam memberikan pinjaman ke multifinance akibat terkuaknya kasus multifinance nakal.
“Karena sejumlah kasus, perbankan jadi hilang kepercayaan kepada industri multifinance. Padahal pendanaan dari, merupakan bagian penting bagi bisnis pembiayaan,” ungkapnya.
Meski demikian, Soewandi masih berharap bisnis pembiayaan tumbuh positif di tahun ini. Dia bahkan memproyeksikan penyaluran kredit bisa tumbuh 6%-7%, sementara aset multifinance naik 8%-9% di sepanjang tahun 2019.
Pelaku industri merasakan penurunan pertumbuhan aset, seperti yang dialami oleh PT JTrust Olympindo Multi Finance (JTO Finance). Direktur JTO Finance Meilyana Bintoro mengaku, aset perusahaan turun 30% di tahun lalu, karena stok pendanaan menipis.
“Aset menurun, lebih karena pendanaan. Awal tahun, investor belum ada yang masuk, tapi di Oktober 2018 masuk pendanaan dari Bank JTrust Indonesia,” ungkapnya.
Melalui pendanaan dari grup, perusahaan berharap pembiayaan naik 227,27% menjadi Rp 1,8 triliun di 2019. Jumlah tersebut naik signifikan, dari realisasi tahun 2018, yaitu Rp 550 miliar.
Pemain lain, PT Mandiri Tunas Finance (MTF) justru sebaliknya. Anak perusahaan dari bank Mandiri ini sukses mencatatkan pertumbuhan aset antara 17% hingga 19% di tahun lalu, dengan porsi 90% berbentuk kredit yang disalurkan kepada debitur.
Direktur Keuangan MTF Armendra mengungkapkan, perseroan meronehkan nilai pembiayaan Rp 25 triliun – Rp 27 triliun di tahun 2018. Dengan pencapaian itu, MTF yakin dapat meningkatkan nilai pembiayaan menjadi Rp 30 triliun di 2019, melalui proyeksi aset Rp 18 triliun – Rp 20 triliun.
“Strateginya, kami fokus pada nasabah Bank Mandiri dan Mandiri Group, yang potensinya masih optimal. Untuk jenis pembiayaan yang dihadirkan, berupa pembiayaan mobil baru bagi nasabah tetap,” pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News