Reporter: Adi Wikanto, Adrianus Octaviano, Tim KONTAN | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Menginjak usia ke-16 tahun, kredit usaha rakyat (KUR) mendapat kabar tak sedap. Penyaluran KUR terindikasi penyelewengan. Hal itu diketahui usai Kementerian Koperasi dan UKM (KemenKop UKM) merilis hasil survei monitoring terkait penyelenggaraan program KUR.
Salah satu penyelewengan yang menjadi sorotan adalah masih adanya agunan tambahan yang seharusnya sudah tidak dikenakan lagi bagi debitur UMKM dengan plafon di bawah Rp 100 juta.
Selain itu, ada juga temuan bahwa dana KUR yang diterima tidak sepenuhnya dipakai untuk modal usaha. Ada sebagian nasabah KUR yang menggunakan dana pinjaman untuk merenovasi rumah, beli kendaraan dan lainnya.
Namun dibalik penyelewengan tersebut, sejatinya program KUR telah terbukti berdampak positif bagi pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM). Banyak pengusaha mikro dan kecil mampu naik kelas dengan pemanfaatan KUR secara tepat.
Salah satunya adalah Purwanto, yang mampu mengubah nasibnya dari sopir truk menjadi pengusaha sewa truk untuk pengangkutan tanah uruk. Sudah lebih dari 10 tahun, laki-laki yang kini menginjak usia kepala empat ini menggeluti bisnis pengurukan lahan proyek infrastruktur. Purwanto adalah salah satu sub kontraktor proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh badan usaha milik negara (BUMN), khusus untuk pengangkutan timbunan.
Seperti yang terjadi pada akhir Oktober 2023, bapak dua anak ini masih menunggu antrian pembuangan tanah uruk di proyek infrastruktur jalan tol di kawasan Cilamaya, Karawang. Waktu sudah menuju tengah malam. Namun aktivitas pengerjaan proyek infrastruktur tersebut tetap berlangsung karena mengejar target harus selesai sebelum musim hujan tiba.
Dua jam menuju tengah malam, Purwanto berusaha menepis rasa lelah dan kantuk dengan menyeruput kopi panas yang tersimpan di tumbler. Sejak pagi, lelaki asal Klaten, Jawa Tengah ini mengangkut tanah uruk. Aktivitas pengurukan lahan di proyek ini telah dijalani sejak awal tahun 2023.
Sebelumnya, Purwanto telah menjalani bisnis pengurukan lahan proyek infrastruktur sejak tahun 2009. Berawal dari sopir truk, lulusan SMK ini mampu berdikasi menjadi pengusaha kecil sewa truk.
Selama hampir lima tahun, Purwanto setia menjalani profesinya sebagai sopir truk pengangkut tanah uruk. Hingga akhirnya ia mampu membeli dump truk sendiri pada tahun 2014.
Saat itu, ia membeli truk bekas dengan harga kurang dari Rp 100 juta. Sebagian uang tersebut berasal dari tabungan yang disisihkan dari gaji sebagai sopir truk. Kemudian, sebagian lagi dari pinjaman dari PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI). "Waktu itu nekat mencari pinjaman di Bank BRI dengan agunan sertifikat tanah di kampung," ujar Purwanto.
Dengan truk sendiri, Purwanto tetap menggeluti bisnis penimbunan lahan proyek infrastruktur. Dengan jaringan yang telah dibangun selama menjadi sopir, pria yang tinggal di Bekasi ini selalu mendapat tawaran proyek pengurukan lahan.
Hingga akhirnya ia mendapat informasi KUR untuk modal usaha dengan bunga pinjaman yang ringan. Tahun 2020, Purwanto mendapat KUR di BRI Sukoharjo, Jawa Tengah senilai Rp 130 juta untuk menambah jumlah truk. BRI Sukoharjo dipilih karena pinjaman itu atas nama sang istri yang merupakan warga kabupaten di selatan Surakarta tersebut. "Pencairan KUR BRI ini mudah dan cepat, cicilannya juga ringan," kata Purwanto.
Fasilitas KUR tersebut memiliki tenor 4 tahun. Setiap bulan, Purwanto hanya membayar pinjaman dan bunga sekitar Rp 3 juta. Tagihan bulanan ini cukup ringan karena sewa jasa pengangkutan tanah uruk di proyek infrastruktur mencapai Rp 30 juta per bulan.
Berkat pinjaman KUR BRI, Purwanto sudah memiliki 5 dump truk. Satu kendaraan tetap ia jalankan sendiri, lainnya disewakan kepada sopir. "Nanti kalau masih bisa dapat KUR, saya akan pinjam lagi, untuk modal beli truk," terang penyuka mie ayam ini.
Bisnis berkembang karena KUR BRI juga dialami Maryati, pemilik toko kelontong "LIA" di Desa Grogol, Kecamatan Weru, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah. Ia telah menjadi nasabah KUR BRI sejak program ini dilahirkan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Awalnya, ibu dua anak ini hanya mendapatkan plafon KUR sebesar Rp 2 juta dengan tenor setahun. Pinjaman tersebut digunakan untuk menambah modal toko kelontong.
Lancar dan tertib membayar cicilan utang tiap bulan, plafon KUR wanita yang pernah menjadi pekerja pabrik di Tangerang ini terus meningkat tiap tahun. Sama seperti pinjaman sebelumnya, dana KUR dimanfaatkan untuk memperbesar bisnis toko kelontong.
Toko kelontong yang awalnya hanya menjual kebutuhan pokok dan alat tulis itu pun berkembang menjadi toko serba ada. Toko LIA menjual berbagai macam oli dan spare part kendaraan bermotor, material bangunan, aksesoris, hingga produk elektronik seperti kipas angin, dispenser.
Hingga akhirnya sebelum pandemi Covid-19, Maryati mendapat plafon KUR Rp 100 juta. Selain untuk modal toko, dana pinjaman juga untuk ekspansi bisnis, yakni membuka bengkel las dan warung minuman kekinian. "Pinjaman KUR yang terakhir sudah lunas, untuk sementara berhenti pinjam dahulu karena ingin fokus membesarkan usaha yang sudah jalan," ujar penyuka makanan pedas ini.