kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan lewat digital berisiko, OJK minta asuransi tingkatkan mitigasi


Selasa, 29 September 2020 / 16:27 WIB
Penjualan lewat digital berisiko, OJK minta asuransi tingkatkan mitigasi
ILUSTRASI. Petugas keamanan berjaga di kantor Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI). KONTAN/Carolus Agus Waluyo


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pandemi Covid-19 telah menekan bisnis perusahaan asuransi saat pembatasan sosial diberlakukan. Harapan muncul ketika Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan lampu hijau untuk menjual produk asuransi secara digital.

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK Riswinandi menyebut pandemi telah menunjukkan peran penting dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saing pelaku asuransi nasional. Ia menilai ini menjadi krusial dalam menjangkau nasabah baru dan mempertahankan nasabah yang sudah ada.

Kendati demikian, regulator menilai terdapat risiko penjualan produk asuransi secara digital. Lantaran masih rendahnya literasi asuransi Indonesia. Berdasarkan survei literasi di 2019, indeks literasi asuransi seluruh Indonesia masih 19,4%. Jauh lebih rendah dibanding indeks literasi perbankan yang sudah menapai 36,12%.

“Oleh karena itu pemasaran dari platform digital ada risiko mis selling. Ini memang di asuransi kerugian relatif sedikit, kalau di asuransi jiwa dirasa memang menjadi perhatian kami di OJK untuk mengantisipasi mis selling ini,” ujar Riswinandi secara virtual pekan lalu.

Ia menambahkan, kasus mis selling tetap muncul dalam skenario saat perusahaan asuransi memasarkan produk dengan spesifikasi yang relatif kompleks. Sedangkan platform digital yang digunakan oleh nasabah tidak dilengkapi fitur-fitur yang bisa dimanfaatkan untuk melakukan interaksi dengan tenaga pemasar asuransi.

Baca Juga: Bisnis Asuransi Umum Masih Terdampak Pandemi Corona

“Kasus mis selling ini kalau tidak diantisipasi dengan baik oleh perusahaan asuransi dapat menimbulkan risiko reputasi terhadap industri asuransi secara keseluruhan. Terutama di tengah berbagai sentimen negatif yang menerpa industri ini beberapa tahun terakhir,” tambah Riswinandi.

Oleh sebab itu, regulator berharap perusahaan asuransi bisa menjaga nama baik industri ini secara nasional dan menerapkan aspek kehati-hatian dalam menjalankan usahanya. Termasuk pada penerapan digitalisasi dalam menggarap bisnis.

“Kalau di asuransi jiwa kita sudah memperkenankan mereka untuk menjual produk khusus terkait unitlink secara virtual, karena di situ ada persyaratan face to face. Tapi kita mempersyaratkan bahwa ada pemeriksaan terhadap IT yang mereka agunkan termasuk endorsement dari vendor dan direktur risk manajemen bahwa sistem ini sudah mapan dan mendukung ketika penjualan ada rekaman, serta sudah terintegrasi dengan sistem di perusahaan itu,” tutur Riswinandi.

Ia menyebut hingga saat ini, ada 10 perusahaan asuransi jiwa yang mengajukan izin kepada OJK, namun yang sudah mendapat izin baru enam entitas. Sisanya, masih dalam proses seiring dengan OJK melihat peforma enam perusahaan yang sudah mendapatkan izin.

Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengusulkan pemasaran produk asuransi berbalut investasi secara digital bisa berlanjut atau permanen pasca pandemi Covid-19 lantaran tidak ada yang mampu memastikan kapan pandemi Covid-19 berakhir.

Sehingga, para agen akan tetap bisa menjual produk asuransi dan masyarakat tetap aman di rumah selama pandemi.

"PSBB membuka mata kami, tenaga pemasar sulit bertemu untuk buat janji terkait proteksi. Makanya kami melihat masyarakat membutuhkannya, dan mengajukan permohonan ini," kata Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon akhir pekan lalu.

Sejak penjualan digital diberlakukan di masa pandemi, AAJI melihat manajemen risiko memang semakin baik. Sebab, pemasaran paydi, seperti unitlink harus menerapkan manajemen risiko yang ketat.

Namun Budi belum dapat mengungkapkan berapa realisasi penjualan produk unitlink industri asuransi jiwa sejak kebijakan relaksasi mulai. Yang jelas, pendapatan premi industri sebesar Rp 90,25 triliun atau turun 2,5% yoy di paruh pertama 2020.

Baca Juga: AAJI mengusulkan penjualan unitlink secara digital jadi permanen

OJK mencatat pendapatan premi asuransi Jiwa hingga Agustus 2020 senilai Rp 109,60 triliun. Nilai ini turun 9,3% year on year (yoy) dibandingkan Agustus 2019 senilai Rp 120,84 triliun.

Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) melihat potensi timbulnya masalah dalam penerapan digitalisasi jika tidak dapat menjelaskan secara komprehensif fitur produk asuransi kepada calon Pemegang Polis.

Kendati demikian Direktur Eksekutif AAUI Dody Achmad Sudiyar Dalimunthe menilai saat ini pendidikan agen sudah lebih bagus karena ada persyaratan sertifikasi keagenan yang diminta oleh regulasi.

“Sehingga sepanjang agen asuransi memiliki sertifikat keagenen dari asosiasi dan memiliki kartu lisensi keagenen, maka seharusnya bisa menjalankan tugas agen sesuai regulasi. Mis selling terjadi jika pemasar asuransi tidak memberikan penjelasan dengan komprehensif tentang fitur produk kepada nasabah. Saat tatap muka saja tidak bisa, apalagi nanti jika melalui virtual,” tutur Dody kepada Kontan.co.id, Selasa (29/9).

Menurutnya, untuk produk asuransi umum kebanyakan jenis polis proteksi yang tidak ada investasi. Kecuali jika ada Paydi. Dimana jenis polis proteksi ini ekspektasi Tertanggung berbeda dengan polis yang dikaitkan dengan produk investasi.

“Itu mungkin yang disimpulkan jika di asuransin kerugian kalaupun ada miss selling tidak terlalu besar, tapi potensi untuk itu tetap ada. Untuk itulah dalam penjualan melalui digital, OJK tetap memiliki perhatian agar kepentingan nasabah diperhatikan dengan meminta konfirmasi persetujuan,” tambah Dody.

Ia bilang produk-produk asuransi yang dijual dengan platform digital mestinya meruapkan produk sederhana. Lantaran analisa risikonya sudah dapat dilakukan dengan alogaritma sehingga data-data calon Tertanggung dapat terkontrol.

“Produk Asuransi property rumah tinggal, asuransi kendaran bermotor, asuransi perjalanan, asuransi kesehatan banyak yang didigitalisasi. Adapun untuk risiko-risiko yang memiliki kompleksitas tinggi dan nilai pertanggungan sangat besar tidak menjadi prioritas dalam hal ini, karena perlu ada hal-hal spesifik dalam proses underwriting,” jelas Dody.

Oleh sebab itu, AAUI menghimbau agar anggota memperhatikan potensi masalah ini. AAUI ingin pelaku industri meningkatkan mitigasi risiko dalam penerapan digitalisasi.

OJK mencatat pendapatan premi asuransi umum mencapai Rp 49,29 hingga Agustus 2020. Nilai itu turun 4,62% yoy dibandingkan Agustus 2019 senilai Rp 51,68 triliun. 

Selanjutnya: Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Usul Penjualan Unitlink via Digital Disahkan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×