kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Per Juni 2021, outstanding pinjaman online capai Rp 23,38 triliun


Jumat, 06 Agustus 2021 / 14:11 WIB
Per Juni 2021, outstanding pinjaman online capai Rp 23,38 triliun
ILUSTRASI. OJK mencatat, hingga Juni 2021, outstanding pinjaman online capai Rp 23,38 triliun.


Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penyaluran pinjaman perusahaan financial technology (fintech) alias pinjaman online (pinjol) makin deras. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, outstanding pinjaman fintech P2P lending hingga Juni 2021 tercatat Rp 23,38 triliun. Jumlah ini naik 98,8% year-on-year (yoy) atau nyaris dua kali lipat dari Juni 2020 yang baru sebesar Rp 11,76 triliun.

Pinjaman fintech terus meningkat sejak awal tahun. Sebagai gambaran, nilai outstanding pada Januari-Mei 2021 berturut-turut senilai Rp 16,07 triliun; Rp 16,95 triliun; Rp 19,03 triliun; Rp 20,61 triliun; dan Rp 21,74 triliun.

Kepala Departemen Pengawasan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) 2B Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Bambang W Budiawan menyebutkan, ada faktor yang menjadi pendorong naiknya outstanding pinjaman fintech P2P lending. Antara lain, masyarakat dan UMKM semakin tahu manfaat P2PL sehingga mereka memanfaatkan, dampak kegiatan edukasi yang dilakukan OJK, asosiasi, dan penyelenggara P2P lending.

"Selain itu, kemudahan transaksi, terutama di tengah pandemi, variasi produk dan model bisnis, dan kerja sama ekosistem yang optimal seperti dengan perbankan (termasuk BPR), perusahaan pembiayaan, dan lainnya," kata Bambang kepada kontan.co.id, Kamis (5/8).

Baca Juga: Perhatikan! Ini daftar 121 fintech P2P lending terdaftar dan berizin dari OJK

Menurut Bambang, mempertimbangkan dengan kondisi perekonomian saat ini, outstanding pinjaman P2P lending masih dapat terus bertumbuh sampai dengan akhir tahun. Namun, perkembangan kasus Covid-19 juga dapat memengaruhi pertumbuhan oustanding tersebut.

Pada awal pandemi, banyak penyelenggara yang membatasi penyaluran pinjaman untuk mencegah kerugian lender atas gagal bayar. "Ini berdampak pada outstanding industri P2PL secara keseluruhan. Penyelenggara P2PL sudah belajar dan melewati tahun lalu dengan baik dengan pemulihan penyaluran yang relatif cepat dibandingkan beberapa industri keuangan lain," katanya.

Bambang menyebut, hingga saat ini industri yang berperan mempertemukan pendana (lender) dengan peminjam dana (borrower) secara digital ini diisi oleh 124 penyelenggara yang berizin dan terdaftar. Dengan jumlah penyelenggara dengan status berizin sebanyak 67 platform, sisanya sebanyak 57 platform masih berstatus terdaftar.

Bambang menambahkan, OJK saat ini sedang memfinalisasi Peraturan OJK (POJK) terkait P2P lending. Kelak, ada banyak ketentuan yang mengatur bagaimana meningkatkan kualitas industri fintech ini, peningkatan kualitas pengawasan, dan perlindungan konsumen.

Menurutnya, penyelenggara P2P lending harus mampu menyesuaikan dengan ketentuan baru. Bila tidak mampu, mereka bisa mengajukan berhenti beroperasi (mengembalikan izin) atau OJK mencabut surat izinnya. Pemain baru di industri P2P lending akan ada setelah OJK mencabut moratorium.

Selain itu, penyelanggara P2PL harus terus mengembangkan produk dan model bisnisnya, serta mengoptimalkan eksplorasi dan kerja sama ekosistem.

Lalu, meningkatkan kualitas layanan kepada pengguna untuk meningkatkan kepercayaan dan loyalitas. Serta, meningkatkan keandalan sistem elektronik dan artificial intelligence untuk seleksi risiko secara lebih andal.

Selanjutnya: Sejumlah fintech lending berguguran, bakal memacu musim akuisisi?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×