kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.916.000   -27.000   -1,39%
  • USD/IDR 16.830   -10,00   -0,06%
  • IDX 6.400   -41,63   -0,65%
  • KOMPAS100 918   -5,59   -0,61%
  • LQ45 717   -5,96   -0,82%
  • ISSI 202   0,24   0,12%
  • IDX30 374   -3,30   -0,87%
  • IDXHIDIV20 454   -4,95   -1,08%
  • IDX80 104   -0,73   -0,70%
  • IDXV30 110   -1,18   -1,06%
  • IDXQ30 123   -1,18   -0,95%

Perang Tarif Trump Berpotensi Memicu Kenaikan Suku Bunga The Fed


Senin, 14 April 2025 / 19:15 WIB
Perang Tarif Trump Berpotensi Memicu Kenaikan Suku Bunga The Fed
ILUSTRASI. Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS dan di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (6/11/2024).


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah ekonom memproyeksikan The Fed berpotensi mengerek suku bunga acuannya sebagai respons terhadap kebijakan tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Trump yang dikenakan kepada 180 negara. 

Jika proyeksi ini terjadi, kemungkinan dapat mempengaruhi kebijakan Bank Indonesia (BI) dalam menetapkan suku bunganya atau BI Rate.

Meskipun Trump sendiri telah menahan sementara pengenaan tarif ini selama 90 hari berkat negosiasi dari 75 negara mitra dagang AS.

Ekonom Hermanto Siregar sebelumnya dalam dialog diskusi Yudhoyono Institute menyampaikan bahwa kebijakan tarif yang diambil Trump selain berdampak pada global, sebenarnya paling besar terdampak adalah AS sendiri, seperti meningkatkan inflasi AS sekitar 1,5% sampai 2%. 

Baca Juga: Penurunan Suku Bunga The Fed Harusnya Meringankan Beban Utang AS, tapi Kenyataannya?

Naiknya Harga barang-barang impor ini akan signifikan, mengingat 15% dari konsumsi masyarakat AS berasal dari impor.

"Jadi dia (barang impor) akan menjadi lebih mahal karena ada pass-through di sana itu 60% sampai 80%. Ini menyebabkan terjadinya pelemahan dollar, sehingga The Fed harus mengimbanginya dengan peningkatan suku bunga dan akan berdampak pada banyak negara yang lain,” ungkap Hermanto.

Melihat kondisi saat ini, Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira menyampaikan, The Fed akan sangat terbuka untuk menaikkan suku bunganya dikarenakan kebijakan tarif Trump termasuk tarif otomotif 25% yang masih berlaku saat ini, dan tarif respirokal ditunda tapi baseline tarif 10% ke semua negara akan menjadi tekanan inflasi terhadap ekonomi domestik di AS. 

Menurut Bhima hal ini akan berimbas pada persepsi investor yang memegang dolar USD, sehingga The Fed pastinya melakukan berbagai intervensi yang kemungkinan besarnya adalah adalah menaikkan suku bunga.

Baca Juga: BI Prediksi Suku Bunga The Fed Hanya Dipangkas Satu Kali pada 2025

Saat ini, Bhima menyebut The Fed masih wait and see dikarenakan kebijakan tarif Trump yang belum pasti, serta masi mencermati data indikator makro ekonomi di Amerika Serikat dari sisi serapan tenaga kerja sampai dengan berapa inflasi yang ditimbulkan dari perang tarif ini.

"Tapi ada kemungkinan dan kita harus mempersiapkan ya jika The Fed menaikkan suku bunganya ini imbasnya akan banyak sekali," ungkap Bhima kepada Kontan, Senin (14/4).

Lebih lanjut jika The Fed nantinya akan mengerek suku bunganya, maka bank Sentral negara-negara lain termasuk negara maju akan melakukan penyesuaian suku bunga. 

Namun hal ini tidak berlaku untuk China, karena kemungkinan negara ini justru melakukan sebaliknya yakni menurunkan suku bunga untuk mendevaluasi Yuan sehingga ekspornya tetap kompetitif.

"Tapi negara lain kayak Indonesia itu akan memicu adanya kenaikan suku bunga bahkan hingga 50 basis point tapi ini bukan hal yang baik ya, jadi ada dilema," ungkap Bhima.

Baca Juga: Saat Suku Bunga The Fed Tak Goyah, Ruang Penurunan BI-Rate pun Terbatas

Kemungkinan yang terjadi jika nantinya BI Rate merespon kenaikan Fed Rate, maka ancaman kredit macet akan menghantui industry perbankan, seperti macetnya cicilan perumahan, kendaraan bermotor, paylater, modal usaha, modal kerja bagi pelaku usaha yang akan semakin berat.

Selain itu, kemungkinan terburuk lainnya adalah berpotensi menurunkan daya beli masyarakat lebih lanjut di domestik. Sehingga ini disebut Bhima akan menjadi situasi yang cukup kompleks. Oleh karena itu, BI diharapkan tidak mengutak-atik suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

"Tapi harapannya Bank Indonesia jangan terburu-buru untuk kenaikan suku bunga apalagi per Maret ini kan cadangan devisanya naik US$ 157 miliar, harusnya dengan cadangan devisa bisa digunakan kalau imbas dari kenaikan suku bunga Fed akan mengirim sinyal pelemahan nilai tukar rupiah lebih dalam," ungkap Bhima.

Baca Juga: Morgan Stanley Revisi Perkiraan Suku Bunga The Fed di Tengah Ketidakpastian Tarif

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyampaikan, meskipun ada kemungkinan terburuk The Fed menaikkan suku bunganya akibat tarif Trump, BI dinilai akan sangat berhati-hati dan masih menahan suku bunga di level saat ini. 

"Dampak kebijakan ini juga mungkin belum akan terasa dalam waktu dekat dalam hal kenaikan inflasi di Amerika Serikat ya. Tapi sudah ada ekspektasi dari kebijakan ini bahwa inflasi di sana akan meningkat, sehingga ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi negara tersebut mengalami stagflasi," ungkap David kepada Kontan.

Di sisi lain, David menilai, The Fed justru akan menurunkan suku bunganya dikarenakan kondisi perlambatan ekonomi di AS. 

Baca Juga: Bitcoin Bertahan di Atas US$ 80.000 Pasca Keputusan Suku Bunga The Fed

"Untuk Indonesia sendiri kita masih mancermatilah kondisi eksternal dan saya pikir sejauh ini juga mungkin Bank Indonesia masih menahan kalau untuk kebijakan suku bunga sementara, karena memang masih ada banyak ketidakpastian," ungkap David.

David menilai, jika tidak ada tekanan ke rupiah dan tingkat inflasi, ada kemungkinan BI masih akan mempertahankan suku bunganya.

Selanjutnya: Simas Insurtech Catat Pertumbuhan Premi Asuransi Properti 44% di Kuartal I 2025

Menarik Dibaca: 5 Makanan untuk Daya Tahan Tubuh Lebih Kuat di Musim Hujan, Tidak Gampang Sakit!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×