kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.820   0,00   0,00%
  • IDX 6.442   73,17   1,15%
  • KOMPAS100 923   0,44   0,05%
  • LQ45 723   -0,82   -0,11%
  • ISSI 202   3,78   1,91%
  • IDX30 377   -0,84   -0,22%
  • IDXHIDIV20 459   0,93   0,20%
  • IDX80 105   -0,21   -0,20%
  • IDXV30 112   0,60   0,54%
  • IDXQ30 124   -0,13   -0,11%

Perang Tarif Trump Berpotensi Memicu Kenaikan Suku Bunga The Fed


Senin, 14 April 2025 / 19:15 WIB
Perang Tarif Trump Berpotensi Memicu Kenaikan Suku Bunga The Fed
ILUSTRASI. Petugas menunjukkan uang pecahan rupiah dan dolar AS dan di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu (6/11/2024).


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli

Lebih lanjut jika The Fed nantinya akan mengerek suku bunganya, maka bank Sentral negara-negara lain termasuk negara maju akan melakukan penyesuaian suku bunga. 

Namun hal ini tidak berlaku untuk China, karena kemungkinan negara ini justru melakukan sebaliknya yakni menurunkan suku bunga untuk mendevaluasi Yuan sehingga ekspornya tetap kompetitif.

"Tapi negara lain kayak Indonesia itu akan memicu adanya kenaikan suku bunga bahkan hingga 50 basis point tapi ini bukan hal yang baik ya, jadi ada dilema," ungkap Bhima.

Baca Juga: Saat Suku Bunga The Fed Tak Goyah, Ruang Penurunan BI-Rate pun Terbatas

Kemungkinan yang terjadi jika nantinya BI Rate merespon kenaikan Fed Rate, maka ancaman kredit macet akan menghantui industry perbankan, seperti macetnya cicilan perumahan, kendaraan bermotor, paylater, modal usaha, modal kerja bagi pelaku usaha yang akan semakin berat.

Selain itu, kemungkinan terburuk lainnya adalah berpotensi menurunkan daya beli masyarakat lebih lanjut di domestik. Sehingga ini disebut Bhima akan menjadi situasi yang cukup kompleks. Oleh karena itu, BI diharapkan tidak mengutak-atik suku bunga untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

"Tapi harapannya Bank Indonesia jangan terburu-buru untuk kenaikan suku bunga apalagi per Maret ini kan cadangan devisanya naik US$ 157 miliar, harusnya dengan cadangan devisa bisa digunakan kalau imbas dari kenaikan suku bunga Fed akan mengirim sinyal pelemahan nilai tukar rupiah lebih dalam," ungkap Bhima.

Baca Juga: Morgan Stanley Revisi Perkiraan Suku Bunga The Fed di Tengah Ketidakpastian Tarif

Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menyampaikan, meskipun ada kemungkinan terburuk The Fed menaikkan suku bunganya akibat tarif Trump, BI dinilai akan sangat berhati-hati dan masih menahan suku bunga di level saat ini. 

"Dampak kebijakan ini juga mungkin belum akan terasa dalam waktu dekat dalam hal kenaikan inflasi di Amerika Serikat ya. Tapi sudah ada ekspektasi dari kebijakan ini bahwa inflasi di sana akan meningkat, sehingga ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi negara tersebut mengalami stagflasi," ungkap David kepada Kontan.

Di sisi lain, David menilai, The Fed justru akan menurunkan suku bunganya dikarenakan kondisi perlambatan ekonomi di AS. 

Baca Juga: Bitcoin Bertahan di Atas US$ 80.000 Pasca Keputusan Suku Bunga The Fed

"Untuk Indonesia sendiri kita masih mancermatilah kondisi eksternal dan saya pikir sejauh ini juga mungkin Bank Indonesia masih menahan kalau untuk kebijakan suku bunga sementara, karena memang masih ada banyak ketidakpastian," ungkap David.

David menilai, jika tidak ada tekanan ke rupiah dan tingkat inflasi, ada kemungkinan BI masih akan mempertahankan suku bunganya.

Selanjutnya: Simas Insurtech Catat Pertumbuhan Premi Asuransi Properti 44% di Kuartal I 2025

Menarik Dibaca: 5 Makanan untuk Daya Tahan Tubuh Lebih Kuat di Musim Hujan, Tidak Gampang Sakit!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×