Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia memprediksi penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada 2019 tak akan melesat jauh dibandingkan tahun sebelumnya. Merujuk Saldo Bersih Tertimbang (SBT), bank sentral memperkirakan penghimpunan DPK sepanjang 2019 mencapai 92,2%. Sedikit lebih tinggi dibandingkan 2018 sebesar 91,7%.
Yang parah pada triwulan I-2019, Bank Indonesia memperkirakan penghimpunan DPK hanya sebesar 53,1%, anjlok dibandingkan triwulan IV-2018 sebesar 91,7%. Ambil strategi, tahun ini perbankan akan giat menjaring pendanaan non konvensional alias wholesale funding.
PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) misalnya, pada Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) awal Januari lalu telah menyatakan hendak menerbitkan obligasi senilai Rp 20 triliun hingga 2020.
Ketika dikonfirmasi, Direktur Utama BRI Suprajarto mengatakan, dari total nilai tersebut, pihaknya berencana menerbitkan green bonds senilai US$ 500 juta pada 2019.
"Kalau tidak salah, (green bonds) termasuk dari total rencana Rp 20 triliun itu," kata Suprajarto pekan lalu.
Meski demikian, ia masih enggan membeberkan kapan green bond BRI dirilis. Di sisi lain Suprajarto juga menyatakan terkait waktu rilis, BRI masih akan menunggu Pemilu.
"Kami masih akan melihat dampak Pemilu. Sementara penggunaannya terutama untuk cadangan, dan tahun ini juga ada beberapa obligasi sebelumnya yang sudah jatuh tempo, tentu untuk mengganti itu," jelasnya.
Bank plat merah lainnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk juga punya niat serupa. Tahun ini, Bank Mandiri berencana menerbitkan instrumen utang hingga Rp 40 triliun.
"Jadwal pastinya belum ada, karena kita juga masih menghitung kebutuhan Mandiri seperti apa?" Kata Panji Irawan, Direktur Keuangan Bank Mandiri kepada Kontan.co.id.
Meski demikian Panji bilang Bank Mandiri telah ambil ancang-ancang, dimana instrumen utang dengan nilai maksimal US$ 2 miliar akan diterbitkan dalam bentuk obligasi, dan Negotiable Certificate Deposit (NCD).
Sisanya sekitar Rp 10 triliun-Rp 12 triliun akan diterbitkan dengan denominasi rupiah melalaui Medium Term Notes (MTN) maupun pinjaman bilateral.
"Sehingga jika ditotal ada Rp 40 triliun untuk 2019 saja," lanjut Panji.
Kemudian PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BBTN) yang tahun ini membidik penghimpunan dana non konvensional hingga Rp 14 triliun.
Direktur Keuangan dan Tresuri BTN Iman Nugroho Soeko bilang, instrumen utang Rp 14 triliun tersebut dapat berbentuk obligasi, NCD, global bonds, hingga pinjaman bilateral.
Sementara Rp 2 triliun akan dirilis dalam bentuk sekuritisasi sintetik KPR, yang diharapkan bisa dirilis triwulan I-2019.
"Sekuritisasi sintetik ini bukan aset KPR yang dijual tetapi future cash flow. Namun karena ini produk baru, masih ada perizinan yang mesti dilengkapi. Harapannya triwulan I-2019 terealisasi," kata Iman.
Pendanaan non konvensional BTN juga masih akan ditambah dari sisa pinjaman sindikasi yang dipimpin ANZ Bank. Nilai total pinjaman sindikasi tersebut sebesar US$ 135 juta, dimana US$ 100 juta telah dicairkan BTN Desember 2018 lalu. Sedangkan sisa US$ 35 juta juga diharapkan cari triwulan I-2019.
Sementara itu, terkait penghimpunan dana berdenominasi valas, Mandiri dan BTN satu suara. Dimana hal tersebut dilakukan untuk menambah diversifikasi sumber dana, ditambah antisipasi likuditas pada 2019.
Dua bank besar lain, yaitu PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), dan PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) sebelumnya juga telah menyatakan niatnya menerbitkan instrumen utang tahun ini.
"Sebagai alternatif, pendanaan non-DPK kami lakukan melalui penerbitan instrumen seperti NCD dan Obligasi yang direncanakan akan dirilis Triwulan II/2019 senilai Rp 7 triliun hingga Rp 8 triliun," kata Direktur Treasury & International Banking Rico Rizal Budidarmo kepada Kontan.co.id beberapa waktu lalu.
Instrumen utang tersebut dirilis BNI guna menjaga likuiditas perseroan. Khususnya terkait ramainya Surat Berharga Negara (SBN) ritel yang hendak diterbitkan pemerintah pada 2019.
Sedangkan Direktur Syariah Banking CIMB Pandji Djajanegara bilang pihaknya akan merilis obligasi syariah alias sukuk senilai Rp 1 triliun pada 2019.
"2017 kami sudah rilis sukuk Rp 1 triliun tahun ini kami juga berencana menerbitkan Rp 1 triliun sukuk lagi, tapi kapan, dan yang lain kami belum ada gambarannya," jelas Pandji kepada KONTAN beberapa waktu lalu.
Di sisi lain katergori BUKU III pun berencana ambil strategi serupa. PT Bank Mayapada Internasional Tbk (MAYA), dan PT Bank OCBC NISP Tbk (NISP) jadi contoh.
"Kami berencana menerbitkan subdebt, tapi ini lebih ke arah memperkuat permodalan, bukan likuiditas. Karena kami tidak terlalu jor-joran menjaring DPK," kata Direktur Utama Mayapada Hariyono.
"Semester II-2018 kita sudah rilis Green Bonds, di 2019 kita juga akan rilis lagi untuk diversifikasi sumber dana maupun tenor pendanaan kami," kata Direktur Utama OCBC Parwati Suradujadja.
Sayangnya, Mayapada dan OCBC masih enggan memberikan keterangan soal berapa nilai, dan waktu rilis instrumen utang mereka.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News