kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perbankan meminta OJK memperpanjang stimulus pencadangan


Minggu, 07 Juni 2020 / 17:49 WIB
Perbankan meminta OJK memperpanjang stimulus pencadangan
ILUSTRASI. Salah satu stimulus yang menjadi fokus OJK adalah stimulus dari sisi pencadangan perbankan.


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengeluarkan sederet stimulus untuk menopang kinerja perbankan yang tengah tersendat akibat pandemi virus corona (Covid-19). Salah satu stimulus yang menjadi fokus OJK adalah stimulus dari sisi pencadangan perbankan.

Misalnya saja, mengacu pada Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 OJK memberikan stimulus berupa restrukturisasi kredit bagi debitur yang sumber penghasilannya terdampak Covid-19. Pun, status kredit yang direstrukturisasi tersebut boleh tetap dalam kategori lancar. Artinya, perbankan tidak perlu membentuk tambahan pencadangan kredit.

Bukan cuma itu, Kepala Eksekutif Perbankan OJK Heru Kristiyana juga menyebut dalam tambahan stimulus perbankan yang dikeluarkan OJK. Pihaknya juga memperkenankan untuk tidak membentuk pencadangan untuk aset yang diambil alih (AIDA). "Aturan sebelumnya, kalau bank mengambil AIDA dan sudah lebih dari 5 tahun diminta untuk bentuk pencadangan 100%. Aturan ini kami relaksasi selama setahun," ujar Heru, Kamis (4/6) lalu.

Baca Juga: Tak boleh sembarangan, begini syarat bank yang bisa pinjam likuiditas ke bank jangkar

Heru menambahkan, cara ini tentunya akan memberikan ruang bagi perbankan untuk memanfaatkan keringanan tersebut dalam rangka menjaga likuiditas. Perbankan pun menyambut baik aturan terkait pencadangan tersebut.

PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang sampai dengan pertengahan Mei 2020 memang telah melakukan restrukturisasi terhadap 72.000 debitur atau 10% dari total debitur BCA saat ini. "Kami mencermati bahwa keringanan pembayaran kredit ini akan berdampak pada kinerja pencadangan BCA, meski tidak akan terlalu signifikan," ujar Direktur Keuangan BCA Vera Eve Lim kepada Kontan.co.id, Minggu (7/6).

Dia juga menambahkan, hingga kuartal I 2020, rasio pencadangan terhadap kredit bermasalah atau NPL BCA mencapai 229,8%, naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 189,2%. Masih sangat aman untuk memenuhi kebutuhan pengawasan kredit perusahaan.

"Kami telah melakukan upaya strategis bagi debitur yang terdampak pandemi. Upaya ini sejalan dengan inisiatif pemerintah dalam mendukung kelanjutan usaha pelaku bisnis dan perekonomian nasional," imbuh Vera.

Baca Juga: Bank pelat merah pikul beban restrukturisasi kredit terberat

Tidak cuma bank besar saja, bank kecil seperti PT Bank Ina Perdana Tbk (BINA) mengatakan sejauh ini seluruh kebijakan yang telah dikeluarkan OJK terkait pencadangan sudah memenuhi kebutuhan perseroan. Direktur Utama Bank Ina Daniel Budirahayu menuturkan per Maret 2020 posisi rasio pencadangan perseroan masih terjaga di level 135%. "Walau sudah ada relaksasi dengan program restrukturisasi, tetap kami monitor agar kami bisa menilai status kredit kami," ungkap Daniel dalam video conference, Jumat (5/6).

Meski begitu, terkait pelonggaran AIDA selama 1 tahun, Daniel menyebut pihaknya sedang meminta pertimbangan tambahan waktu kepada OJK. "Sekarang kan kalau AIDA tidak terjual harus bentuk pencadangan, dan kami sudah minta diperpanjang karena melihat orang lebih suka aset likuid dibanding tanah dan bangunan," tutur dia. Kendati ada potensi peningkatan risiko kredit, Bank Ina di sisi lain tetap meyakini rasio kredit bermasalah bakal tetap terjaga.

Baca Juga: Bank Swasta Seperti BCA (BBCA) Akan Merasakan Dampak Corona di Kuartal Kedua

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×