Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank tengah berupaya menjual aset-asetnya yang sudah memburuk sebelum pandemi Covid-19 secara bulksales atau penjualan borongan. Langkah itu diharapkan bisa segera menurunkan rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) bank secara signifikan.
Salah satunya adalah PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN). Bank ini sedang menjajaki penjualan NPL secara bulksales lewat skema asset swap atau tukar guling aset dengan surat berharga. Perseroan menargetkan penjualan NPL sebesar Rp 1 triliun tahun ini lewat skema ini.
"Rencana ini masih berproses dan kita harus betul-betul memperhatikan semua aspek, termasuk legal, karena skema ini pertama kali dilakukan oleh bank BUMN. Kalau target Rp 1 triliun ini berhasil, nanti tentu akan kami lanjutkan ke yang lain," kata Haru Koesmahargyo Direktur Utama BTN baru-baru ini.
Sementara Nixon LP Napitupulu menambahkan, BTN sudah menjajaki kerjasama dengan dua kandidat mitra penerbit sukuk dari perusahaan BUMN infrastruktur. Ia bilang, BTN dan calon mitra itu sepakat asset swap tersebut ditargetkan bisa selesai sebelum akhir tahun atau sekitar bulan November dan Desember.
Baca Juga: Gearing Ratio Multifinance Masih Menunjukkan Tren Penurunan
Calon penerbit sukuk tersebut masih harus mendapatkan izin dari pemegang sahamnya dan juga dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Sementara proses di BTN tinggal satu tahapan lagi yakni menunggu dapat opini dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
BTN berharap opini dari BPK bisa keluar pada September 2022 ini. Nixon optimis pihaknya bisa mendapatkan opini positif bahwa transaksi itu akan memperbaiki balance sheet atau neraca keuangan BTN dan kondisi industri perekonomian, terutama industri perumahan.
"Dari sisi mereka (mitra penerbit sukuk), penerbitan sukuknya dan proses administrasinya mereka estimasikan selesai di bulan November karena bisa dibilang ini penerbitan sukuk yang privat placement atau langsung ke pembeli sukuk yang ujung-ujungnya aset sales itu," ungkap Nixon.
Ia mengatakan, aset NPL yang akan dijual tersebut merupakan proyek pembangunan highrise building yang bermasalah di masa lalu. Dengan target penjualan NPL sebesar Rp 1 triliun. Sampai akhir tahun, bank spesialis kredit sektor perumahan ini menargetkan rasio NPL bisa turun ke kisaran 3,3%-3,5%.
Rasio NPL BTN sebetulnya sudah semakin melandai. Jika per akhir 2021 mencapai 3,7%, pada Juni 2022 sudah turun ke level 3,54% atau senilai Rp 10,13 triliun. Namun, beberapa segmen kredit bank ini masih memiliki NPL yang cukup tinggi yakni kredit korporasi sektor perumahan dan kredit komersial non perumahan.
Di segmen kredit konstruksi, BTN mencatatkan NPL sebesar 23,11% per Juni tahun ini, naik dari 21,29% dari akhir tahun lalu. NPL di segmen ini mulai meningkat tinggi sejak 2018 menjadi 7,13%, lalu naik 18,71% pada 2019 dan 19,58% pada 2020. Sedangkan NPL kredit komersial mencapai 10,88% per Juni, turun dari 15,26% pada akhir 2021.
PT Bank KB Bukopin Tbk (BBKP) juga telah melakukan penjualan NPL secara bulksales dengan skema asset swap pada Juni 2022 lalu sebagai strategi memperbaiki rasio NPLnya. Bank ini berkomitmen terus melanjutkan penjualan NPL tahun ini untuk mencapai target NPL net 3,6% pada akhir 2022. Adapun per Juni, NPL net perseroan sudah melandai ke 3,96% dari 4,91% pada 2021. Adapun NPL gross ditargetkan bisa mencapai 5,94% pada akhir tahun dari 10,66% pada akhir 2021.
Bank Bukopin akan segera melakukan transaksi penjualan aset untuk perbaikan NPL.
"Mohon ditunggu penyampaiannya secara resmi setelah tanggal 28 September ini," kata Henry Sawali Direktur Bank Bukopin pada Kontan.co.id, Senin (26/9).
Namun, ia tidak menjelaskan apakah skemanya sama dengan transaksi penjualan aset yang sudah dilakukan pada 21 Juni lalu.
Bank berkode saham BBKP ini telah menjual aset bermasalah dan kredit berisiko Rp 4,13 triliun dari 180 debitur kepada IDMB United Pte Ltd (IUL) Singapore sebagai special purpose company (SPC) dengan nilai jual Rp 2,65 triliun atau setara US$ 183,1 juta.
Baca Juga: Suku Bunga Naik, Bankir Waspadai Pemburukan Kualitas Aset KPR
Mekanisme pembayaran ditempuh melalui penerbitan private bond senilai US$ 180 juta dengan tenor 5 tahun. Obligasi dibayar setengah tahunan dengan kupon sebesar 2 persen per tahun untuk tahun pertama dan kedua, sebesar 3% per tahun untuk tahun ketiga, dan 4% untuk tahun keempat dan kelima.
KB Kookmin Bank selaku pengendali KB Bukopin, akan menerbitkan Stand-by Letter of Credit (SBLC) senilai US$185 juta tanpa syarat dan tidak dapat dibatalkan. KB Kookmin turut menyediakan fasilitas kredit revolving (RCF) sebesar US$ 20 juta kepada IDMB selama periode 5 tahun. RCF akan digunakan untuk membayar bunga dan pokok jika saldo kas SPC tidak mencukupi.
KB Bukopin ditunjuk sebagai servicing agent atau agen koleksi dan bertanggung jawab atas penagihan, penegakan, dan lain-lain atas nama SPC. Nantinya, BBKP akan menerima pembayaran sebagai agen koleksi tersebut.
Adapun PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI) juga terus melakukan penjualan aset bermasalah, terutama yang sudah hapus buku. Agus Sudiarto Direktur Manajemen Resiko BRI mengatakan, pihaknya sudah berhasil mengantongi pendapatan recovery Rp 5,2 triliun sepanjang semester I tahun ini.
Rinciannya, Rp 3,1 triliun didapat dari penagihan atau penjualan secara damai, Rp 399 miliar lewat mekanisme lelang, dan Rp 1,52 triliun lewat penjualan skema lain.
"Hasil tersebut termasuk upaya penjualan asset agunan dengan nominal yang besar dan dilakukan eksekusi secara bersamaan dalam satu tahapan atau paket," kata Agus.
Sampai akhir tahun, BRI menargetkan bisa membukukan pendapatan dari penjualan aset atau recovery income sebesar Rp 10,47 triliun. Untuk mencapai itu, BRI tidak hanya akan fokus lewat penjualan secara bulksales tetapi juga lewat upaya penagihan, litigasi, likuidasi agunan dan yang lainnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News