Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memperketat pengawasan terhadap penyelenggara fintech lending. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi menyebut para fintech terdaftar dan diawasi oleh regulator agar semakin terbuka.
"Nanti akan ada lagi ketentuan baru untuk menampilkan tingkat keberhasilan pembayaran 90 hari (TKB90), jumlah pinjaman, jumlah borrower, dan jumlah lender di platform. Tujuannya kami mendorong fintech lending untuk transparan. Nantinya akan kita bikin standar cara penghitungannya sehingga publik yang ingin menggunakan platform memutuskan menggunakan atau tidak dari aspek transparansi ini," jelas Hendrikus belum lama ini.
Selain itu, Hendrikus menilai hal ini penting dilakukan agar para fintech lending tidak menyalahgunakan tanda daftar yang sudah diberikan oleh OJK. Penyalahgunaan bila tidak mendorong pemberian pinjaman kepada masyarakat. Namun mencari keuntungan bagi platform dalam meraup pendanaan dari investor seri A, B, dan C.
“Mestinya begitu mendapat status terdaftar, Anda harus aktif mendekati para UMKM. Saya justru khawatir dia dapat tanda daftar, lalu hanya melayani 100 orang, saya khawatir orang ini hanya mau jual beli tanda daftar,” jelas Hendrikus.
Lanjut Hendrikus ketentuan ini nantinya akan disepakati oleh Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). Ia berharap hal ini akan masuk ke dalam pedoman perilaku penyelenggara atau code of conduct (CoC) fintech lending. Begitupun dengan sanksi yang hendak diberikan bagi pelanggar akan diatur oleh anggota asosiasi beserta pengurus.
Kepala Bidang Kelembagaan dan Humas AFPI, Tumbur Pardede menyatakan AFPI akan segera merespon dengan meminta semu anggota menyesuaikan keterbukaan informasi yang diminta OJK pada platform masing-masing. Ia yakin para penyelenggara tidak berkeberatan atas penyesuaian ini.
"Akan tetapi perlu effort dan waktu untuk penyesuaian hal ini. AFPI memandang hal ini sangat baik bagi image industri kita, yakni transparency," kata Tumbur kepada Kontan.co.id pada Senin (24/6).
Tumbur bilang dibutuhkan waktu penyesuaian bukan karena data yang akan dibuka bersifat sensitif. Namun lebih ke arah keseragaman atau standar informasi yang ditampilkan oleh semua platform fintech lending yang legal terdaftar di OJK.
"Hanya akan terjadi perubahan layout tatap muka platform dan akurasi data yang akan ditampilkan secara up to date. Hal ini yang perlu proses waktu," tambah Tumbur.
Meskipun data dibuka kepada publik, pelaku fintech tidak bisa menampilkan data asal dan bohong. Tumbur menekankan OJK akan terus melakukan pengecekan keabsahan informasi tersebut. Lantaran regulator secara bulanan meminta semua platform menyampaikan informasi yang lebih detail.
"Saat ini masih belum dimasukkan ke dalam CoC AFPI dan masih diberikan waktu bagi anggota AFPI untuk menerapkan ketentuan ini. Namun informasi terpenting adalah TKB90," jelas Tumbur.
OJK mencatatkan hingga April 2019 jumlah pinjaman yang disalurkan oleh P2P lending terdaftar dan diawasi oleh OJK sebesar Rp 37,01 triliun. Nilai ini tumbuh 63,33% dibandingkan akhir tahun lalu atau year to date (ytd) Rp 22,66 triliun.
Kenaikan penyaluran pinjaman seiring dengan semakin banyak masyarakat yang memberikan pinjaman dan meminjam di platform P2P lending. Adapun jumlah rekening pemberi pinjaman atau lender sebanyak 456.352 rekening. Angka ini tumbuh 119,92% ytd dibandingkan posisi akhir tahun 207.507 rekening.
Jumlah rekening peminjam atau borrower juga bertambah 78,26% dari 4,35 juta rekening menjadi 7,77 juta rekening.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News