Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) no 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) pada 31 Maret 2020. Namun hadirnya Perppu ini justru banyak membawa polemik di tengah masyarakat.
Ricky Vinando, Praktisi Hukum Universitas Jayabaya mengatakan salah satu pasal yang terkandung dalam Perppu tersebut bisa membahayakan bagi Bank BUKU I dan BUKU II. Misalnya Pasal 23 ayat 1 huruf a yang berbunyi (1) Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan diberikan kewenangan untuk: a. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi.
Baca Juga: Ini strategi Ditjen Pajak kejar target penerimaan pajak 2020 dan 2021
“Pasal itu berbahaya terutama bagi bank yang masuk kategori BUKU I dan BUKU II. Berbahaya karena saat kesehatan bank mulai terganggu, OJK dengan kewenangan super power yang diberikan dalam Perppu itu bisa memerintahkan perbankan untuk melakukan akuisisi, merger, konsolidasi, integrasi atay konversi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/4)
Apalagi dibarengi ancaman pidana penjara dan denda bagi siapa yang menghambat, mengabaikan atau tidak memenuhi perintah OJK tersebut dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp 10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300 miliar. Apabila dilakukan pelanggaran oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun sebagaimana pasal 26 Perppu 1/2020.
Padahal terkait aksi korporasi apakah akuisisi, merger atau konsolidasi itu harus melalui persetujuan RUPS terlebih dahulu, harus dibuat rancangan perbankan yang akuisisi dan diakuisisi oleh masing-masing direksi yang bersangkutan. Misalnya ada perintah OJK supaya akuisisi, tetapi RUPS belum juga digelar atau tidak ada agenda perseroan untuk melakukan akuisisi, Ia menilai hal itu bisa berbahaya juga bagi perbankan itu.
“Karena kalau OJK udah perintahkan akuisisi misalnya itu sifatnya memaksa, harus akuisisi, ada ancaman pidana nya jika itu dihambat,” lanjutnya.
Baca Juga: Ini kriteria bank yang bisa dipaksa konsolidasi akibat pandemi Covid-19