kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Perppu 1/2020 akan membahayakan bank buku I dan II? Ini kata praktisi hukum


Kamis, 23 April 2020 / 11:38 WIB
Perppu 1/2020 akan membahayakan bank buku I dan II? Ini kata praktisi hukum
ILUSTRASI. Warga menggunakan anjungan tunai mandiri (ATM) di salah satu galeri ATM di jakarta, KONTAN/Carolus Agus Waluyo/08/04/2020.


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) no 1 Tahun 2020 mengenai Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) pada 31 Maret 2020. Namun hadirnya Perppu ini justru banyak membawa polemik di tengah masyarakat.

Ricky Vinando, Praktisi Hukum Universitas Jayabaya mengatakan salah satu pasal yang terkandung dalam Perppu tersebut bisa membahayakan bagi Bank BUKU I dan BUKU II. Misalnya Pasal 23 ayat 1 huruf a yang berbunyi (1) Untuk mendukung pelaksanaan kewenangan KSSK dalam rangka penanganan permasalahan stabilitas sistem keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1), Otoritas Jasa Keuangan diberikan kewenangan untuk: a. memberikan perintah tertulis kepada lembaga jasa keuangan untuk melakukan penggabungan, peleburan, pengambilalihan, integrasi dan/atau konversi.

Baca Juga: Ini strategi Ditjen Pajak kejar target penerimaan pajak 2020 dan 2021

“Pasal itu berbahaya terutama bagi bank yang masuk kategori BUKU I dan BUKU II. Berbahaya karena saat kesehatan bank mulai terganggu, OJK dengan kewenangan super power yang diberikan dalam Perppu itu bisa memerintahkan perbankan untuk melakukan akuisisi, merger, konsolidasi, integrasi atay konversi,” ujarnya di Jakarta, Kamis (23/4)

Apalagi dibarengi ancaman pidana penjara dan denda bagi siapa yang menghambat, mengabaikan atau tidak memenuhi perintah OJK tersebut dengan pidana penjara paling singkat 4 tahun dan denda paling sedikit Rp 10 miliar atau pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 300 miliar. Apabila dilakukan pelanggaran oleh korporasi, dipidana dengan pidana denda paling sedikit Rp 1 triliun sebagaimana pasal 26 Perppu 1/2020.

Padahal terkait aksi korporasi apakah akuisisi, merger atau konsolidasi itu harus melalui persetujuan RUPS terlebih dahulu, harus dibuat rancangan perbankan yang akuisisi dan diakuisisi oleh masing-masing direksi yang bersangkutan. Misalnya ada perintah OJK supaya akuisisi, tetapi RUPS belum juga digelar atau tidak ada agenda perseroan untuk melakukan akuisisi, Ia menilai hal itu bisa berbahaya juga bagi perbankan itu.

“Karena kalau OJK udah perintahkan akuisisi misalnya itu sifatnya memaksa, harus akuisisi, ada ancaman pidana nya jika itu dihambat,” lanjutnya.

Baca Juga: Ini kriteria bank yang bisa dipaksa konsolidasi akibat pandemi Covid-19

Apalagi dalam kondisi Pandemi saat ini, perbankan harus hati-hati memberikan restrukturisasi kredit baik dengan pemotongan bunga atau menurunkan suku bunga maupun memperlonggar waktu pembayaran pokok kredit. Bila tidak hati-hati, restrukturisasi kredit bisa membawa petaka terutama bagi bank yang masuk kategori BUKU I dan BUKU II karena itu berkaitan dengan modal perbankan.

“jika terlalu jor-joran berikan restrukturisasi bisa berdampak pada kesehatan bank. Bank yang tadinya sehat atau sangat sehat bisa jadi sakit loh, jadi harus hati-hati betul,” tambahnya.

Menurutnya Covid-19 bukan keadaan memaksa sehingga debitur bisa macet bayar, tetapi perbankan bisa melakukan restrukturisasi utang secara ketat, melakukan pelonggaran jatuh tempo dan berhati-hati menurunkan suku bunga. Justru saat ini modal bank harus kuat sehingga tidak terjadi kesulitan likuiditas dan solvabilitas.

Dalam Perppu juga disebutkan bahwa bank yang sistemik bisa mendapatkan pinjaman jangka pendek dari Bank Indonesia, OJK juga ikut memeriksa kesehatan bank tersebut. Menurutnya bank jangan terbuai dengan itu sehingga memberi semua yang mau restrukturisasi tanpa pengetatan karena itu bisa berdampak pada modal.

Baca Juga: Ekonom UI sarankan pemerintah fokus injeksi likuiditas ke warga terdampak corona

Ia mengambil contoh kasus Bank Century, ketika terjadi rush besar-besaran pada Bank Century dan itu berdampak pada modal. Ketika itu, CAR Bank Century terganggu sampai minus, lalu mengalami kesulitan likuiditas dan diberikan FPJP oleh Bank Indonesia yang alam Perppu sekarang itu istilahnya berubah menjadi pinjaman jangka pendek.

“Karena diberikan FPJP ada uang negara di sana, lalu Bank Century saat itu diambil alih oleh negara melalui LPS, kemudian oleh LPS dijual, laku dan diakuisisi J-Trust Corporation dan namanya sekarang menjadi Bank J-Trust Indonesia,” tambahnya.

Kalau itu dikaitkan dengan keadaan seperti sekarang, Pandemi Covid-19 makin tak terbendung, bisa saja modal bank BUKU I dan II tergerus atau tak lagi memenuhi CAR perbankan yakni minimum 8%. Hal ini mungkin terjadi jika semua restrukturisasi kredit harus diberikan semuanya apalagi sampai harus memotong bunga atau menurunkan suku bunga yang berujung pada masalah modal.

“Jangan sampai kasus Century terulang lagi. Jangan sampai Perppu 1/2020 memakan korban Century baru. Cabut atau batalkan saja pasal 23 ayat 1 huruf a Perppu 1/2020 karena terlalu beresiko bagi semua perbankan,” tutupnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×