Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) meminta anggotanya untuk memiliki fasilitas Disaster Recovery Center (DRC). Fasilitas ini dianggap penting sebagai infrastruktur pengganti pada saat data center mengalami gangguan atau tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, DRC penting karena secara geografis Indonesia termasuk dalam daerah ring of fire, kawasan rawan gempa. "Ada juga bencana tsunami, banjir, kebakaran dan sebagainya. Kalau terjadi bencana dan multifinance tidak punya DRC, data center terganggu, maka mereka tidak bisa tagih utang, tidak bisa bayar ke bank," ungkapnya dalam seminar Meningkatkan Sustainabilitas Bisnis dengan Implementasi DRC, Rabu (11/3).
Saat ini, informasi dan historis mengenai piutang para konsumen multifinance umumnya disimpan dalam data center. Data histori tersebut penting karena merupakan modal awal para pelaku menagih utang. Dari data ini jugalah multifinance memperbaiki diri dengan mempelajari pengalaman-pengalaman sebelumnya saat berinteraksi dengan konsumen.
Jia bilang, jika terjadi bencana baik bencana alam maupun akibat ulah manusia, maka multifinance tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada para pemangku kepentingan (stakeholders) yang terdiri dari regulator, kreditor, konsumen, rekan perusahaan, investor, peminjam dana, hingga karyawan perusahaan.
Alhasil, reputasi multifinance yang bersangkutan pun terancam. Tak sampai di situ, ketidakpercayaan para konsumen terhadap perusahaan serta kegagalan dalam menunaikan kewajiban merupakan salah satu dampak yang mungkin timbul.
"Kalau kewajiban ke konsumen contohnya, disebutkan pelaku usaha jasa keuangan wajib memberikan laporan kepada konsumen tentang posisi saldo dan mutasi simpanan, dana, aset, atau kewajiban konsumen secara akurat dan tepat waktu. Oleh karena itu, multifinance harus melakukan prinsip kehati-hatian, harus ada DRC," ujar Suwandi.
Sebenarnya, ketentuan mengenai sistem informasi dan DRC telah diatur oleh OJK. Dalam POJK 29/pojk.05/2014 pasal 58 berbunyi, perusahaan pembiayaan wajib memiliki sistem informasi dan teknologi terintegrasi jika memiliki lebih dari lima cabang. Ada pula surat edaran (SE) yang merinci peraturan tersebut, yakni di SEOJK 04/POJK.05/2015 mengenai penilaian tingkat risiko perusahaan pembiayaan indikasi penilaian manajemen risiko operasional bagian sistem dan teknologi informasi. Dalam SE ini diatur pula soal ketersediaan prosedur back up dan Disaster Recovery Plan.
Data center berfungsi sebagai pendukung aktivitas bisnis, terdiri dari sistem-sistem komputer beserta komponen yang terkait, seperti sistem telekomunikasi dan penyimpanan data. Guna melindungi data center dari kemungkinan terjadinya risiko disfungsi, dibutuhkan infrastruktur yang memadai seperti DRC sehingga dapat menjaga keberlangsungan bisnis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News