Reporter: Dityasa H Forddanta | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Bisnis penjaminan emisi pada tahun ini bakal lebih semarak karena semakin banyak perusahaan yang menerbitkan obligasi dan menjual saham perdana. Namun, sejumlah perusahaan sekuritas tak ingin terburu-buru mengejar proyek penjaminan dan lebih memilih bermain aman. Soalnya, persaingan di bisnis ini sangat ketat dan risikonya besar.
Salah satunya adalah PT Panin Sekuritas yang sejauh ini baru memiliki satu pipeline penjaminan emisi (underwriting) penerbitan obligasi. Itu adalah surat utang dari perusahaan properti yang nilainya Rp 300 miliar-Rp 500 miliar. "Kami memilih konservatis saja, demi keamanan," kata Handrata Sadelioo, Direktur Utama Panin Sekuritas, akhir pekan lalu.
Padahal, perusahaan ini memiliki kemampuan keuangan yang cukup untuk menjadi penjamin emisi. Akhir pekan lalu, Panin Sekuritas memiliki modal kerja bersih disesuaikan (MKBD) Rp 349,08 miliar, jauh dari batasan minimal Rp 25 miliar. Dengan nilai itu, perusahaan juga bisa menjadi penjamin emisi senilai empat kali lipatnya.
Handrata bilang, perusahaan bisa saja menjadi penjamin emisi tunggal dengan nilai besar. Selain memiliki MKBD yang kuat, peluang perusahaan untuk menggunakan bank garansi juga lebih besar lantaran Panin Sekuritas merupakan anak usaha Bank Panin. "Tapi masalahnya terkadang malah dari emiten sendiri," katanya tanpa merinci.
Selain itu, Panin Sekuritas juga mewaspadai kondisi ekonomi domestik dan global. Hal itu bisa mempengaruhi perkembangan pasar modal dan pada akhirnya berimbas pada prospek saham baru atau obligasi yang diterbitkan.
Oleh karena itu, daripada harus menanggung risiko lebih besar, manajemen Panin Sekuritas lebih mengandalkan bisnis perantara perdagangan saham. Manajemen menargetkan bisnis broker itu bisa tumbuh 15%-20% tahun ini.
PT Mega Capital Indonesia pun senasib. Mereka malah belum memiliki pipeline penjaminan emisi. "Dulu kami sempat aktif jadi lead underwriter, tapi sekarang pada hajar-hajaran tarif. Oleh karena itu kami jadi sub underwriter aja," terang Susilowati, Direktur Utama Mega Capital.
Untuk menggenjot bisnis, manajemen lebih fokus sebagai agen penjual sukuk ritel pemerintah. Terbaru, Mega Capital menggandeng Bank Bukopin untuk menjual sumber pendanaan pemerintah tersebut. Tahun ini, manajemen menargetkan penjualan sukuk ritel Rp 400 miliar hingga Rp 500 miliar.
"Bisnis ini lebih aman dan menguntungkan," katanya. Pajak sukuk ritel hanya 15%, lebih kecil dari obligasi konvensional sebesar 20%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News