Sumber: Kompas.com | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Semakin maraknya aplikasi pinjaman online alias pinjol ilegal yang meresahkan masyarakat, membuat pemerintah terus memutar otak untuk menanganinya.
Kabar terbaru, selama 2018 hingga 17 Agustus 2021, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memutus akses 3.856 memutus akses layanan pinjol atau peer-to-peer lending fintech ilegal.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia Fithra Faisal mengatakan, pemutusan akses ini adalah salah satu cara yang memang bisa dilakukan pemerintah untuk menangani maraknya aplikasi pinjol. Namun ini bukan satu-satunya cara.
Baca Juga: Kominfo blokir 3.856 konten terkait fintech yang melanggar peraturan perundangan
Menurut Fithra, pemerintah setidaknya perlu melakukan tiga cara ini untuk tangani keberadaan pinjol ilegal di Indonesia.
1. Minta Google/Apple hapus aplikasi pinjol
Menurut Fithra pemutusan akses pinjol atau platform fintech ilegal itu tidak cukup untuk menyelesaikan masalah terkait maraknya aplikasi pinjol ilegal di Indonesia.
"Karena walaupun sudah diblokir, masih aja muncul lagi," kata Fithra melalui sambungan telepon kepada KompasTekno, Jumat (20/8).
Ia mencontohkan, aplikasi Binomo sebenarnya sudah diklasifikasikan sebagai aplikasi fintech ilegal dan sudah diblokir oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).
Namun, iklan-iklannya pinjol ilegal Binomo masih sering ditemukan di media sosial. Bahkan aplikasinya sendiri masih bisa diunduh di toko aplikasi Google Play Store.
Lalu, menurut pantauan KompasTekno, Jumat malam, masih ada aplikasi pinjol ilegal yang belum terdaftar di OJK namun tetap bia diunduh di toko aplikasi Google Play Store, seperti PinjamDisini, Gercep, dan Dana Mudah.
Saat dicek, ketiga aplikasi itu tidak terdaftar dalam data platform fintech dan pinjol legal Kominfo per Juli 2021.
Baca Juga: 5 Lembaga negara tanda tangani pernyataan bersama untuk berantas pinjol ilegal
Untuk itu, Fithra menyarankan agar pemerintah juga menghentikan keberadaan pinjol ilegal di hulu, yakni dengan memberikan notifikasi kepada pemilik notifikasi, seperti Google dan Apple untuk segera menghapus aplikasi-aplikasi pinjol ilegal.
"Kominfo harus kirim surat ke Google/Apple. Karena ini kan sudah di-blacklist, harus memberikan notifikasi ke pemilik toko aplikasi supaya bisa ditertibkan atau dihapus," kata Fithra.
Bila notifikasi permintaan penghapusan itu tak kunjung ditanggapi, maka pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih tegas untuk penyedia platform.
"Karena kan itu jatuhnya pemilik toko aplikasi seperti Google dan Apple malah menjerumuskan pengguna untuk bisa mengunduh aplikasi pinjol ilegal," pungkas Fithra.
2. Tingkatkan literasi digital
Lalu, selanjutnya, pemerintah juga harus membarengi pemutusan akses itu dengan peningkatan literasi digital dan literasi keuangan kepada pengguna internet.
Bila tidak, ini akan sangat berdampak pada masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah yang memiliki tingkat pendidikan yang terbatas.
"Utamanya berdampak pada masyarakat menengah ke bawah yang memang tingkat pendidikannya terbatas. Karena merekalah yang lebih banyak terjerat kasus pinjaman online itu," kata Fithra.
Dengan adanya akses yang terbuka luas, masyarakat bisa dengan mudah melihat iklan-iklan pinjol bertebaran di ruang maya dan .
"Bahkan mereka bisa mendapatkan cerita manis dari pinjol yang bisa pinjam ini itu dengan mudah, tanpa syarat macam-macam. Siapa yang tidak tergiur?" kata Fithra.
Ia menambahkan, tanpa literasi digital, masyarakat akan sulit menyaring informasi yang didapatnya di internet, termasuk informasi-informasi keliru soal pinjaman online ini.
Baca Juga: Per Juni 2021, outstanding pinjaman online capai Rp 23,38 triliun
Tanpa literasi digital, masyarakat juga akan kurang paham di mana mereka bisa mencari informasi pinjol yang kredibel, otoritas mana yang bertanggung atas pinjaman online seperti ini.
"Kalau mereka dapat info keliru atau cerita-cerita manis soal pinjol yang bisa menejerumuskan mereka, tangkisannya adalah informasi yang benar, melalui literasi tadi. Cuma itu caranya," kata Fithra.
Ia menyarankan, literasi digital yang dilakukan ini tak hanya menggunakan cara konvensional top-down alias pemerintah menyediakan konten literasi, lalu masyarakat diminta untuk membacanya.
"Karena kalau hanya begitu, masyarakat yang memiliki pendidikan terbatas kemungkinan tak akan membacanya," kata Fithra.
Ia berharap, pemerintah akan berkoordinasi lintas sektor, melibatkan perangkat daerah, pihak swasta, komunitas, tokoh-tokoh penting di sekitaran lingkungan masyarakat untuk meningkatkan literasi digital.
"Ini sama bila kita berbicara tentang vaksin. Sekarang program vaksinasi sudah mulai berhasil di level daerah. Karena apa? karena sudah melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, pemuka agama, tokoh masyarakat yang bisa menjadi corong komunikasi," kata Fithra.
3. Gencarkan bantuan finansial
Terakhir, pemerintah juga harus sembari menggencarkan bantuan finansial kepada masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah.
Sebab, menurut Fithra, mereka adalah pihak yang paling banyak terjerat pinjol ilegal ini karena masalah ekonomi yang dihadapi di tengah pandemi ini.
Fithra mengungkapkan, masyarakat kelas menengah ke bawah adalah pihak yang paling terdampak pendemi Covid-19 ini.
"Kaum menengah ke bawah yang sangat mengandalkan mobilitas dalam mengumpulkan pendapatan. Karena pandemi ini kemudian menghambat mobilitas orang, makanya mereka mengalami pengurangan pendapatan juga," kata Fithra.
Bila lihat dari dana pihak ketiga, kata Fithra, masyarakat yang punya akun keuangan dengan jumlah Rp 5 miliar ke atas meningkat cukup signifikan selama pandemi ini. Sedangkan, pemilik akun Rp 100 juta, jumlahnya semakin lama semakin turun.
Apa artinya? Menurut Fithra, pertumbuhan ekonominya lebih banyak ditopang oleh orang-orang kaya. Sementara pendapatan dan tabungan orang-orang kelas menengah ke bawah semakin berkurang, karena pandemi Covid-19.
Baca Juga: Perhatikan! Ini daftar 121 fintech P2P lending terdaftar dan berizin dari OJK
Di tengah himpitan ekonomi, masyarakat yang sangat membutuhkan uang akhirnya tak punya pilihan selain mengambil pinjaman dari aplikasi pinjol. Karena memang, kata Fithra, mengajukan pinjaman atau kredit di bank persyaratannya sulit.
"Jadi sebenarnya, akar masalah dari pinjol ini adalah kemiskinan dan himpitan ekonomi. Misalnya, mereka mau makan sekarang, tapi nggak ada duit. Akhirnya saat ditawari pinjol langsung diambil, tanpa pikir panjang," kata Fithra.
Karena tak dibarengi dengan peningkatan literasi digital tadi, akhirnya pengguna tak mengerti secara utuh konsekuensi bila mengambil pinjaman online.
Padahal, sebelum memutuskan mengambil pinjaman online, pengguna harus mengecek terlebih dahulu apakah pinjol itu sudah terdaftar di OJK, bagaimana proyeksi pembayarannya, berapa bunganya, dan sebagainya. (Galuh Putri Riyanto)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pemerintah Diminta Lakukan 3 Hal Ini untuk Tangani Pinjol Ilegal"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News