Reporter: Mona Tobing |
JAKARTA. Pelaku industri multifinance harus lebih hati-hati menyalurkan kredit. Soalnya, kualitas pembiayaan khususnya di sektor konsumsi menurun pada awal tahun ini. Walhasil, potensi kredit macet meningkat.
Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mencatat, risiko pembiayaan macet atau non performing finance (NPF) di sektor konsumsi per Februari 2012 mencapai 1,86%. Jumlah itu lebih besar dibandingkan sebulan sebelumnya hanya 1,58%. Kualitas pembiayaan yang bakal macet (diragukan) juga naik, dari 1,11% menjadi 1,31%.
Kusmandi, Direktur Utama Central Sentosa Finance (CSF) mengatakan, menurunnya kualitas pembiayaan karena faktor kebijakan uang muka atau down payment (DP) yang rendah. "Karena DP rendah, debitur bertambah," kata Kusmandi pada akhir pekan lalu. Semakin banyak debitur, potensi kredit macet pun meningkat.
Pemberian DP rendah itu karena multifinance ingin memperbesar penyaluran kredit. Ini untuk mengantisipasi penurunan pembiayaan saat aturan DP sebesar 20%-25% berlaku pada 15 Juni 2012 nanti. Namun, Kusmandi membantah, bila hal itu terjadi di perusahannya. Bahkan, di CSF kualitas pembiayaan semakin bagus karena selektif memilih konsumen.
NPF di CSF turun 0,05% per bulan. Hingga akhir Maret 2012, NPF hanya 1%. Sedangkan penyaluran pembiayaan terus naik per bulan sekitar Rp 99 miliar. "Sampai Maret, booking pembiayaan sebesar Rp 1 triliun," jelas Kusmandi.
Roni Haslim, Presiden Direktur BCA Finance, berkata, kenaikan NPF itu masih normal. Kualitas pembiayaan pada awal tahun memang selalu kendor. Alasannya, beberapa bulan sebelumnya atau menjelang tutup tahun 2011, multifinance menggeber pembiayaan kendaraan demi mencapai target penyaluran kredit. "Wajar jika sehabis liburan, debitur lupa atau kehabisan uang untuk membayarkan tagihan jadi angka NPF naik," ujar Roni.
Menurutnya, BCA Finance juga mengalami kenaikan, tapi tidak terlalu signifikan. Pada Januari dan Februari, NPF masih sekitar 0,4%.
Sementara, penyaluran pembiayaan BCA Finance per Maret telah mencapai Rp 2,07 triliun. Jumlah ini terus meningkat dibandingkan Januari Rp 1,8 triliun dan Februari sekitar Rp 1,9 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News