kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Potensi nilai KPR Rp 60 triliun tiap tahun


Rabu, 18 Februari 2015 / 08:04 WIB
Potensi nilai KPR Rp 60 triliun tiap tahun
ILUSTRASI. Cermati Saham-Saham yang Banyak Dikoleksi Asing pada Awal Pekan Ini


Reporter: Adhitya Himawan | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menghitung kebutuhan pembiayaan perumahan di Indonesia saban tahun sangat besar. Nyatanya, industri perbankan yang selama ini menjadi andalan pendanaan perumahan. Berdasarkan data OJK, rata-rata permintaan rumah baru mencapai 800.000 unit per tahun. Permintaan hunian itu seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk.

Dengan asumsi harga rata-rata rumah sekitar Rp 100 juta per unit, maka kebutuhan pembiayaan perumahan di Indonesia mencapai Rp 80 triliun. "Sementara APBN kita mengalokasikan pembiayaan perumahan hanya Rp 20 triliun," ucap M. Noor Rahman, Deputi Komisioner Pasar Modal II OJK, Selasa (17/2). Artinya, ada selisih sekitar Rp 60 triliun dari total kebutuhan pembiayaan perumahan yang tidak disediakan negara.

Sejauh ini, perbankan masih menjadi andalan pembiayaan. Masalahnya, Noor Rahman meyakini, pembiayaan perumahan dari perbankan pada suatu ketika akan mencapai titik jenuh. "Sehingga perlu alternatif sumber pembiayaan lain, seperti pasar modal, termasuk sekuritas," katanya.

Di sisi lain, pertumbuhan kredit pemilikan rumah (KPR) sepanjang periode 2003–2012 rata-rata tumbuh 29,12% setiap tahun. Penopangnya adalah likuiditas perbankan dan pertumbuhan ekonomi yang rata-rata di atas 6%.

Henry Koenafi, Direktur Konsumer Bank Central Asia (BCA) menambahkan, sepanjang 2003–2012 terjadi tren penurunan suku bunga KPR. "Ditambah kondisi likuiditas perbankan nasional yang tersedia," ujarnya.

Pertumbuhan ekonomi yang di atas 6% mendorong menguatnya permintaan KPR di setiap segmen properti, semisal rumah dan apartemen. Tak heran, pembelian properti pada kurun waktu tersebut sebagian besar atau berkisar 76% berasal dari KPR. Sayangnya, pertumbuhan KPR di 2013–2014 melambat. Ini tidak lepas dari tren pertumbuhan ekonomi nasional yang melambat dan pengetatan likuiditas.

Kebijakan Bank Indonesia (BI) mengatur loan to value (LTV) juga menghambat pengucuran KPR. BCA memiliki sejumlah cara untuk menjaring konsumen. Henry bilang, sejak akhir tahun 2014, BCA mulai menurunkan besaran suku bunga KPR. "Selain itu kami menjajaki potensi pasar sekunder di kota besar di luar Jabodetabek," pungkas Henry.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×