Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Analis memproyeksi biaya provisi atau cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) kredit bermasalah akan mengalami kenaikan pada semester 2 2018.
Helmi Therik, analis Shinhan Sekuritas Indonesia dalam risetnya menyebut peningkatan biaya provisi ini untuk mengantisipasi risiko kredit yang disebabkan karena fluktuasi nilai mata uang rupiah.
“Kami memperkirakan provisi untuk kredit bermasalah naik di semester 2 2018 sebagai antisipasi risiko karena naik turunnya rupiah,” kata Helmi dalam risetnya baru baru ini.
Meskipun provisi mengalami kenaikan, secara umum Helmi mencatat rasio provisi perbankan masih cukup untuk menyerap penurunan kualitas aset dari perbankan.
Dari bank besar yang menjadi perhatian Shinhan Sekuritas Indonesia, terakhir mempunyai rata-rata rasio provisi sebesar 133%. Dua bank besar yang mempunyai rasio provisi paling tinggi yaitu PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) 191% dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) 187%.
Direktur Bisnis Treasuri dan Internasional BNI Rico Rizal Budidarmo mencatat belum ada kenaikan provisi seiring dengan pelemahan rupiah.
“Kami sudah mengantisipasi risiko nilai tukar dengan mendorong debitur ekspor impor untuk melakukan hedging,” kata Rico ketika ditemui beberapa waktu lalu.
Untuk memitigasi risiko fluktuasi rupiah, BNI berusaha memberikan pinjaman dollar ke debitur dengan pendapatan dengan nominal yang sama. Sebagai gambaran, rasio pinjaman dollar AS dibanding total kredit BNI sebesar 15%-16%.
Sebagian besar kredit dalam valuta asing ini diberikan untuk pembiayaan modal kerja dan bahan baku. Seiring dengan pelemahan rupiah, memang kredit dalam bentuk dollar mengalami kenaikan, namun bank sudah mengantisipasinya dengan mendorong bank untuk meningkatkan hedging.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News