kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.755   -3,00   -0,02%
  • IDX 7.480   -25,75   -0,34%
  • KOMPAS100 1.154   -2,95   -0,26%
  • LQ45 913   0,81   0,09%
  • ISSI 227   -1,59   -0,70%
  • IDX30 471   1,26   0,27%
  • IDXHIDIV20 567   3,73   0,66%
  • IDX80 132   -0,15   -0,11%
  • IDXV30 139   -0,18   -0,13%
  • IDXQ30 157   0,79   0,50%

Ratusan fintech ilegal kembali terjaring razia, SWI: Masyarakat harus waspada


Jumat, 03 Juli 2020 / 12:43 WIB
Ratusan fintech ilegal kembali terjaring razia, SWI: Masyarakat harus waspada
ILUSTRASI. Ilustrasi keuangan digital. KONTAn/Muradi/2017/04/18


Reporter: Annisa Fadila | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fintech P2P lending ilegal yang terus hadir membuat Satgas Waspada Investasi (SWI) kembali mengambil tindakan. Pasalnya, sepanjang Juni 2020 tercatat sebanyak 105 fintech ilegal baru yang menawarkan pinjaman dengan bunga relatif tinggi.

Ketua SWI Tongam L Tobing menyebutkan, fintech iegal memanfaatkan situasi pandemi karena kebutuhan masyarakat yang cenderung meninggi. Ia bilang, dalam realisasinya fintech ilegal turut memberikan jangka waktu yang relatif singkat, sehingga apabila nasabah tidak membayar hutangnya, fintech ilegal akan melakukan teror.

Baca Juga: Juni 2020, Satgas Waspada Investasi menutup 105 fintech ilegal dan bekukan 99 entitas

“Masyarakat banyak yang tergiur karena nilai dan bunga yang di tawarkan cukup tinggi. Namun, yang menjadi masalah saat mereka telah memberi pinjaman, data masyarakat akan di minta dan nantinya bisa diperjualbelikan kalau masyarakat tidak dapat membayar hutangnya,” ujar Tongam dalam press conference virtual (3/7).

Lanjut ia, secara umum adapun ciri fintech ilegal selalu meminta nomor hp serta data pribadi masyarakat. menurut Tongam, hal ini bersifat krusial karena selain pelaku bisa mengakses keamanan data, pelaku turut menjual belikan data masyarakat dengan harga yang lebih tinggi.

Oleh karenanya, Tongam menghimbau masyarakat untuk waspada serta melakukan pinjaman di fintech yang telah terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Dengan melakukan pinjaman di fintech ilegal, memang awalnya masyarakat mendapatkan keuntungan, namun hal itu menjadi bahaya karena korban akan di teror. Sehingga, tidak sedikit dari masyarakat yang melakukan hal-hal di luar kendali. Makanya untuk melunasi hutang-hutang, masyarakat mencari pinjaman ke tempat lain, sehingga gali lubang tutup lubang,” tambah Tonngam.

Asal tahu saja, keberadaan fintech ilegal tak hanya merugikan masyarakat. Namun, pemerintah juga mengalami kerugian karena tidak adanya penerimaan pajak dari negara. Karena berbasis website, pemerintah tidak bisa mengetahui data real pinjaman yang di terima masyarakat.

Baca Juga: Survei: Pendapatan UMKM akan melonjak 160% jika jualan lewat e-commerce

Oleh karenanya, SWI telah mengambil tindakan seperti memblokir situs fintech ilegal, bekerjasama dengan kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) maupun Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Tak hanya itu, pihaknya turut melakukan edukasi agar pengetahuan masyarakat dapat berkembang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×