Sumber: KONTAN |
JAKARTA. Perbankan bisa bernafas lega. Kebutuhan valuta asing (valas) bisa terbantu oleh aturan baru yang diterbitkan Bank Indonesia.
Akhir bulan lalu, BI mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/4/PBI/2009 tentang Transaksi USD Repurchase Agreement (Repo) Bank kepada Bank Indonesia. Inti aturan ini, bank boleh meminjam valas dari BI dengan menjaminkan global bond yang diterbitkan pemerintah Indonesia.
Aturan ini tentu saja bertujuan mengatasi seretnya likuiditas valas perbankan. Komisaris Utama PT Bank OCBC NISP Tbk. Pramukti Surjaudaja memberi indikasi sederhana tentang berapa tinggi kebutuhan dolar perbankan lokal. "Lihat saja rasio kredit terhadap dana pihak ketiga atau Loan to Deposit Ratio dalam valas yang masih tinggi," tutur Pramukti.
Likuiditas dolar semakin ketat sekitar September-Oktober 2008. Pasar keuangan global kala itu panik akibat pailitnya Lehman Brothers. Di hari-hari itu, lembaga keuangan global ramai-ramai menarik dana dari pasar berkembang, termasuk Indonesia.
Sampai awal tahun ini, likuiditas valas masih saja seret. Kepala Divisi Tresury BRI Basuki Setiadjid menimpali, permintaan valas biasanya memang cenderung naik pada awal tahun. "Bank membutuhkan valas untuk kegiatan operasional dan pelunasan utang," tutur Basuki. Permintaan valas semakin tinggi karena korporasi juga membutuhkan dolar untuk ekspor impor. "Jelas aturan baru BI itu sangat membantu," ujar Basuki.
Direktur Tresuri PT BTN Saut Pardede menilai, aturan repo valas merupakan solusi terbaik bagi bank dalam mengatasi kekeringan likuiditas valas. "Jika perbankan ingin memenuhi kebutuhan valas dalam jumlah besar lewat pasar, dikhawatirkan akan berdampak pada nilai tukar," tambah Saut.
Para bankir juga tidak keberatan dengan pengenaan bunga repo valas. Menurut PBI Nomor 11, repo terkena bunga sebesar bunga Singapore Interbank Offered Rate (SIBOR) plus margin. "Asal marginnya tidak terlalu tinggi, bank tak akan segan memanfaatkan repo tersebut," kata Saut.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News