Reporter: Nova Betriani Sinambela | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kebijakan relaksasi restrukturisasi akibat covid 19 akan berakhir pada Maret 2024 ini. Dari sisi perbankan tentu sudah memiliki strategi masing-masing dalam menghadapinya. Salah satunya dengan menyiapkan pencadangan yang memadai ketika kebijakan tersebut berakhir.
PT Bank Central Asia Tbk (BCA) misalnya, dari sisi pencadangan masih memiliki CKPN yang memadai. NPL coverage BCA sebesar 234,1% dan LAR coverage sebesar 69,7% pada tahun 2023.
Executive Vice President Secretariat & Corporate Communication BCA Hera F. Haryn menyatakan biaya provisi tercatat Rp 2,3 triliun di 2023, atau turun sebesar Rp 2,2 triliun dari tahun sebelumnya seiring dengan perbaikan kualitas pinjaman.
"Portofolio kredit restrukturisasi BCA terus mencatatkan penurunan. Dari total jumlah restrukturisasi kredit saat ini, didominasi oleh kolektibilitas 1. Sementara biaya pencadangan akan senantiasa kami review sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi ekonomi," kata Hera kepada kontan.co.id, Kamis (14/3).
Baca Juga: Perbankan Ramai Bagi Dividen, Mana yang Sahamnya Layak Diburu?
Di sisi lain pencadangan PT Bank Tabungan Negara Tbk tercatat masih memadai, tercermin dari coverage ckpn diatas 155%.
Direktur Risk Management Bank PT Bank Tabungan Negara Tbk, Setiyo Wibowo mengatakan berdasarkan hasil stress test atas restrukturisasi covid19 yang berakhir tahun ini nilai tersebut sudah cukup kuat.
"Tingkat pencadangan BTN saat ini semakin kuat, kredit restrukturisasi semakin bisa dikendalikan dan tren nya menurun. Akhir tahun lalu di 16.8% jauh lebih baik dibanding tahun sebelumnya yang 20% maupun pada masa pandemi yang pernah mencapai 27%," kata Setiyo kepada kontan.co.id, Kamis (14/3).
Setyo juga memenambahkan apabila restrukturisasi akan berakhir, namun demikian BTN akan terus memperkuat pencadangan secara bertahap di kisaran 160% pada tahun ini.
Selain BTN, bank himbara lain yang mencatat pencadangan masih memadai adalah PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BRI), dimana hingga akhir Desember 2023 tercatat NPL Coverage BRI mencapai 229,09%.
Adapun hingga akhir tahun 2023 LAR BRI tercatat dikisaran 13,8%, menurun signifikan apabila dibandingkan dengan LAR BRI pada posisi tertinggi saat puncak COVID di September 2020 yakni sebesar 29,8%.
"Debitur yang gagal diselamatkan relative kecil, kurang lebih hanya 2% dari total kredit yang direstrukturisasi. Disamping itu, BRI juga sudah membentuk pencadangan yang memadai atas hal tersebut," kata Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi kepada kontan.co.id, Kamis (14/3).
Adapun sejak 2020 nilai kredit yang di restrukturisasi perbankan terus mengalami penurunan. Di Oktober 2020 OJK mencatat nilai kredit restrukturisasi Covid-19 mencapai Rp 934,8 triliun yang berasal dari 7,6 debitur.
Kemudian menyusut menjadi Rp 714 triliun yang berasal dari 4,5 juta debitur pada periode Oktober 2021. Satu tahun kemudian yaitu Oktober 2022 nilai kredit restrukturisasi covid 19 turun lagi menjadi Rp 514,07 triliun. Hingga di akhir tahun 2023, nilai kredit restrukturisasi terkait Covid-19 melanjutkan penurunan menjadi Rp 265,78 triliun.
Selaras dengan penurunan kredit restrukturisasi covid-19, rasio kredit bermasalah (NPL) pun mengalami menurunan dari posisi tertinggi pada 2020 yaitu 3,06%.
Per tahun 2021 NPL industri perbankan turun lagi di level 3.00%, rasio penurunan ini terus berlanjutan pada 2022 menjadi 2,44%. Hingga pada periode 2023 mengalami penurunan signifikan menjadi 2,9%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News