Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Sofyan Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pricewaterhouse Coopers Indonesia (PwC Indonesia) melihat risiko kredit masih akan menjadi salah satu tantangan di industri perbankan. Risiko kredit ini meningkat salah satunya karena dicabutnya relaksasi restrukturisasi pada akhir 2017.
Lucy Suhenda, Banking Leader PwC Indonesia mengatakan, risiko kredit atau credit risk masih menjadi perhatian bankir pada 2018. "Risiko kredit tertinggi pada 2016-2017 lalu," kata Lucy kepada Kontan.co.id, Selasa (27/2). Sektor kredit yang mempunyai risiko paling besar sejauh ini masih dari segmen komersial dan UKM.
Kendati begitu, Thilagavathy Nadason, Direktur Keuangan Maybank Indonesia bilang risiko kredit di bank saat ini relatif turun. "Hal ini ditunjukkan dengan non performing loan (NPL) yang turun menjadi 2,9% di 2017 dari 3,6% di 2016," kata Thila kepada Kontan.co.id, Selasa (27/2).
Risiko kredit terbesar tahun ini terdapat pada kredit ke batubara, minyak dan gas.
Rusli, Wakil Direktur Utama Bank Victoria bilang jika ekonomi membaik maka NPL akan mengalami penurunan. "Seharusnya NPL membaik, kami optimis NPL tahun ini menurun," kata Thila kepada Kontan.co.id, Selasa (27/2).
Menurut Rusli, risiko kredit terbesar tahun ini masih disumbang oleh komoditas dan sektor terkait seperti alat berat dan kontraktor. Selain itu kredit sektor properti juga belum terlalu membaik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News