Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komposisi dana murah alias current account and saving account (CASA) terus mendominasi dana pihak ketiga (DPK) perbankan.
Merujuk Statitistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) porsi CASA secara industri sebesar 56,1% dari total DPK per Juni 2018 yakni Rp 5.398,81 triliun.
Porsi tersebut meningkat dibandingkan capaian pada Juni 2017 mencapai 54,46% dan akhir 2017 lalu sebesar 55,48%. Sementara secara nominal, CASA per Juni 2018 mencapai Rp 3.028,86 triliun tumbuh sebesar 10,21% dibanding realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya Rp 2.748,01 triliun atau year on year (yoy).
Pertumbuhan dana murah ini didorong dari peningkatan giro sebesar 9,88% yoy menjadi Rp 1.311,55 triliun per Juni 2018. Sementara tabungan tumbuh dua digit mencapai 10,47% yoy dari Rp 1.554,44 triliun per Juni 2017 menjadi Rp 1.717,3 triliun pada paruh pertama 2018.
Seiring dengan meningkatnya porsi dana murah perbankan, rasio deposito berjangka pun mengalami penurunan dari 45,54% pada Juni 2017 menjadi 43,9% per Juni 2018 dengan total sebesar Rp 2.354,67 triliun.
Sejumlah bank menyebut dana murah memang tengah digenjot, utamanya untuk menekan biaya dana alias cost of fund (cof) di tengah tren kenaikan suku bunga. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) misalnya yang menyebut per Juni 2018 porsi CASA perseroan mencapai 46,46%.
Meski sedikit menurun dari porsi CASA pada periode Juni 2017 sebesar 46.98%, Direktur Konsumer BTN Budi Satria menegaskan pihaknya akan mendorong pertumbuhan CASA terutama dari sisi tabungan.
Paling tidak, bank bersandi emiten bursa BBTN ini bakal meningkatkan porsi dana murah sebesar 50% pada akhir tahun. "Posisi CASA BTN per Juni 2018 adalah 46,46%. Kami ingin komposisinya lebih baik lagi, target ideal sekitar 50%. Walaupun tidak mudah kami upayakan dapat tercapai di akhir tahun," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (26/8).
Menurutnya, tren suku bunga yang terus meninggi, komposisi CASA yang lebih besar tentu akan lebih baik untuk memiliki posisi biaya dana yang lebih rendah. Atas hal itu, bank spesialis pembiayaan perumahan ini berupaya untuk mendorong transaksi perbankan untuk meningkatkan core funding berupa CASA.
Catatan saja pada Juni 2018 lalu posisi biaya dana BTN ada di level 5,24%. Posisi tersebut mengalami perbaikan dari posisi pada setahun sebelumnya 5,51%.
Budi menambahkan, derasnya pertumbuhan tabungan juga dibarengi dengan perlambatan kenaikan deposito. Hanya saja, menurutnya hal tersebut hanya bersifat sementara. Alasannya, sejumlah investor masih menahan diri dan lebih memilih memasukan dananya pada instrumen lain seperti sukuk, obligasi negara dan lainnya.
Sebagai informasi saja, merujuk pada laporan keuangan BTN per kuartal II 2018 lalu total DPK perseroan tumbuh 19,17% yoy menjadi Rp 189,63 triliun.
Pertumbuhan tersebut antara lain didorong kenaikan giro sebesar 16,55% yoy menjadi Rp 48,63 triliun serta tabungan yang juga tumbuh 19,44% yoy menjadi Rp 39,46 triliun. Adapun, deposito mengalami peningkatan sebesar 20,36% yoy menjadi Rp 101,54 triliun per Juni 2018 lalu.
Selain BTN, PT Bank Mayapada Internasional Tbk juga tengah berupaya mendorong pertumbuhan dana murah. Direktur Utama Bank Mayapada Haryono Tjahjarijadi mengatakan pihaknya menargetkan pada akhir tahun depan posisi CASA dapat didorong hingga ke level 35% sampai 39%. Sementara sampai dengan bulan Juli 2018 lalu pihaknya mencatatkan porsi CASA terbilang kecil, yakni baru 25%.
"Dalam kondisi saat ini (tren suku bunga naik) bank akan terus berusaha meningkatkan CASA namun di sisi lain kenaikan suku bunga dana juga harus tetap diperhitungkan dan ditransmisikan sesuai dengan kondisi pasar," kata Haryono.
Sementara sebagai cara untuk mendorong CASA pihaknya akan terus memperkuat sisi digital banking dan e-channel untuk memudahkan dan meningkatkan nasabah atau calon nasabah dalam bertransaksi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News