Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Noverius Laoli
Sedangkan hingga akhir 2018 nilainya berkurang hingga Rp 3,5 triliun. Sepanjang Januari hingga Juli, Duniatex telah melakukan pembayaran senilai Rp 1,3 triliun.
Meski demikian, Direktur Utama Bank Mandiri Kartika Wirjoatmodjo menyatakan sampai Juli 2019, status kredit Duniatex Group masih tergolong lancar alias berada di level kolektibilitas 1.
Baca Juga: BRI Syariah (BRIS) restrukturisasi utang Duniatex Group Rp 440 miliar
“Duniatex merupakan salah satu debitur terlama kami. Selama ini tidak pernah menunggak pembayaran cicilan kredit,” katanya kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Hal senada juga dikatakan Direktur Manajemen Resiko PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) Bob Tyasika Ananta. Eksposur kredit bank berlogo 46 ini ke Duniatex Group masih masih terhitung lancar.
Sedangkan hingga Juli 2019, Bob bilang perseroan masih memiliki eksposur kredit senilai total 459 miliar. Nilai tersebut berasal dari pinjaman bilateral senilai Rp 158 miliar, dan partisipasi BNI dalam pinjaman sindikasi senilai Rp 301 miliar ke DDST.
“Kami tidak menutup mata dengan kondisi Duniatex, dan bisa kami siapkan untuk masuk Pra-NPL. Namun saat ini masih di kolektibilitas 1,” kata Bob.
Selain tiga lembaga keuangan ini ada pula beberapa bank yang hingga saat ini menyatakan masih memiliki eksposur ke Duniatex Group.
Mereka adalah PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS) senilai Rp 440 miliar, PT Bank BNI Syariah senilai Rp 186,9 miliar, PT Bank Muamalat Tbk senilai Rp 125 miliar, dan PT Bank Panin Syariah Tbk (PNBS) senilai 262,9 miliar.
Kemudian ada PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), dan PT Bank International Nobu Tbk (NOBU). Sayangnya, kedua bank ini enggan menyatakan berapa eksposur kreditnya ke Duniatex Group.
Baca Juga: Demi ambisi menggenjot pembiayaan, BCA Syariah segera disuntik modal Rp 1 triliun
Sementara berdasarkan laporan keuangan DMDT hingga 2018, DMDT saja masih memiliki tunggakan senilai Rp 5,39 triliun. Perinciannya utang sindikasi senilai US$ 209,6 juta atau setara Rp 2,92 triliun, utang kepada 10 bank senilai Rp 2,21 triliun, dan utang terhadap pemegang saham senilai Rp 250 miliar.
Utang sindikasi tersebut berasal dari ING Bank cabang Singapura, Malayan Banking Berhad cabang Singapura, Standard Chartered Bank, BNP Paribas, Taiwan Cooperative Bank cabang Offshore Manila, PT Bank BNP Paribas Indoensia, NEC Capital Solutions Singapore, dan PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC).