Reporter: Selvi Mayasari | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Sejumlah perbankan tetap optimistis terhadap penyaluran kredit korporasi di tahun ini. Sektor hilirisasi pun disebut akan menjadi penopang kredit perbankan di tahun ini.
Bank Indonesia (BI) mencatat, dari golongan debitur, kredit korporasi tumbuh 14,8% secara tahunan atau year on year (yoy) menjadi Rp 4.185,1 triliun per Desember 2024.
PT Bank Central Asia (BCA) mengaku, di awal tahun ini, perkembangan kredit korporasi cukup bagus dan diharapkan juga akan berlanjut hingga akhir tahun.
Baca Juga: Kredit Perbankan ke Hilirisasi Industri Pengolahan Sawit Terus Meningkat
“Tahun ini kami harapkan paling tidak bisa capai 7%-8% minimal untuk target kredit korporasi. Kalau ada tambahan demand hilirisasi tentu kami akan lihat, LDR kami bagus 78%, likuiditas cukup, modal bagus 29% jadi persyaratan untuk aktif di kredit kami ada, asal ada opportunity dan lihat kebutuhan,” jelas Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja saat paparan kinerja perseroan beberapa waktu lalu.
Asal tahu saja kredit korporasi BCA pada 2024 tumbuh 15,7% yoy. Pertumbuhan tersebut berasal dari macam-macam industri, seperti CPO dan mineral (hilirisasi) tumbuh 7,5-%8%. Artinya, sebagian pertumbuhan kredit korporasi BCA disumbang dari hilirisasi dan CPO sepanjang 2024.
"Memang tahun 2024 itu boleh dikata penyaluran ke sektor hilirisasi cukup luar biasa ya. Jadi dari pertumbuhan sebesar 15,7% mencapai Rp 426,8 triliun sekitar 7,5%-8% nya banyak ditopang dari hilirisasi dan CPO," ungkap Jahja.
Baca Juga: Lambatnya Pertumbuhan Kredit Sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah Jadi Sorotan
Jahja menambahkan, proyek-proyek di sektor tersebut memang membutuhkan pembiayaan yang signifikan. Menurutnya pada 2023 lalu, kebutuhan seperti nikel, bauksit, dan bahan pertambangan lain termasuk batu bara juga cukup tinggi di pasar.
"Dengan harganya yang tinggi, menarik investor untuk masuk. Juga banyak kerjasama dengan China untuk investasi di Morowali, di Sulawesi, dan berbagai daerah lainnya untuk proyek hilirisasi. Karena untuk seperti pembangunan smelter itu mungkin triliunan kebutuhannya. Jadi untuk hanya lokal nggak ada yang mempunyai kemampuan itu. Mungkin satu, dua lah ya. Jadi pertumbuhan datang dari sektor itu," jelasnya.
Adapun Direktur Keuangan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI Novita Widya Anggraini menyampaikan bahwa perseroan menargetkan pertumbuhan kredit segmen korporasi sebesar 10%-12% pada tahun 2025 ini.
Ia menuturkan bahwa kredit segmen korporasi memiliki prospek yang positif pada sektor komunikasi, infrastruktur dan perindustrian.
“Hal ini sejalan dengan program pemerintah untuk pemerataan pembangunan dan juga hilirisasi industri,” ujarnya.
Per Desember 2024 lalu kredit korporasi BNI tumbuh 17,6% yoy mencapai Rp 441 triliun.
Sementara Direktur OK Bank Efdinal Alamsyah menyebut, prospek kredit korporasi tahun ini tetap ada, tetapi kemungkinan tingkat pertumbuhannya akan moderat. Pada tahun 2025 OK Bank Indonesia menargetkan pertumbuhan kredit korporasi sebesar 10% apabila dibandingkan dengan proyeksi realisasi kredit korporasi pada akhir tahun 2024.
Adapun hingga akhir tahun 2024, kredit korporasi Bank Oke Indonesia diproyeksi mengalami pertumbuhan sebesar lebih kurang 20% apabila dibandingkan dengan akhir tahun 2023.
Dalam menyalurkan kredit korporasi, OK Bank akan fokus pada sektor-sektor yang memiliki potensi pertumbuhan kuat, resilien terhadap pelemahan ekonomi, serta sektor-sektor yang mendukung agenda strategis pemerintah dan tren global.
Sektor-sektor tersebut antara lain, infrastruktur dan konstruksi, teknologi informasi dan komunikasi, manufaktur, kesehatan dan farmasi, pariwisata dan ekonomi kreatif, dan juga sektor properti dan real estate.
Efdinal menambahkan, dalam menjaga pertumbuhan kredit korporasi di tengah ketidakpastian ekonomi membutuhkan strategi yang seimbang antara agresivitas pertumbuhan dan mitigasi risiko, misalnya dengan melakukan diversifikasi portofolio kredit dengan mengurangi risiko konsentrasi pada sektor tertentu yang rentan terhadap pelemahan ekonomi, dan melakukan pengelolaan risiko yang lebih ketat agar dapat menekan rasio kredit bermasalah (NPL).
Selain itu, memastikan kualitas kredit tetap terjaga, yaitu dengan memperketat analisis risiko kredit, termasuk stres uji (stress test) untuk skenario ekonomi yang buruk dan memantau sektor-sektor rentan secara lebih intensif, seperti properti atau komoditas.
"Bank juga memperkuat hubungan dengan nasabah korporasi, sehingga dapat meningkatkan loyalitas dan memperluas peluang bisnis dari klien yang sudah ada," tandasnya.
Baca Juga: Sektor Manufaktur Menopang Kredit Perbankan
Selanjutnya: Perang Dagang Global Bawa Dampak ke IHSG, Cermati Saran dari Analis Ini
Menarik Dibaca: 6 Tips Diet untuk Penderita Diabetes yang Aman dan Efektif
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News