kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.144   56,00   0,35%
  • IDX 7.073   89,18   1,28%
  • KOMPAS100 1.057   16,45   1,58%
  • LQ45 831   13,55   1,66%
  • ISSI 215   2,30   1,08%
  • IDX30 423   7,01   1,68%
  • IDXHIDIV20 510   7,78   1,55%
  • IDX80 120   1,85   1,56%
  • IDXV30 125   0,65   0,52%
  • IDXQ30 141   2,02   1,46%

Sekuritisasi Aset Tak Jadi Andalan Bank untuk Mencari Likuiditas


Senin, 30 September 2024 / 19:35 WIB
Sekuritisasi Aset Tak Jadi Andalan Bank untuk Mencari Likuiditas
ILUSTRASI. Bisnis sekuritisasi saat ini cukup memiliki tantangan. Terlebih, bank bisa memperoleh likuiditas dari beberapa hal. ANTARA FOTO/Andry Denisah/Spt.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - BANDAR LAMPUNG. Berbagai upaya bisa dilakukan perbankan dalam mencari likuiditas. Mengingat, saat ini industri bank tengah dihadapkan pada kondisi likuiditas yang cukup ketat dengan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang hanya tumbuh 6,8% secara tahunan (YoY) per Agustus 2024.

Salah satu cara yang sejatinya bisa dilakukan adalah dengan melakukan sekuritisasi aset. Di mana, bank-bank penyalur KPR bisa menggunakan portofolio asetnya di sektor tersebut untuk memperoleh dana segar dari sekuritisasi tersebut.

Adapun, PT Sarana Multigriya Finansial (SMF) menjadi lembaga yang memiliki tugas dalam melakukan sekuritisasi aset tersebut. Hanya saja, tren sekuritisasi aset pun memang terlihat kurang menarik bagi perbankan.

Baca Juga: BTN Terapkan Tokenisasi DIRE untuk Mendorong Investasi Properti

Ini tercermin dari pendapatan dari bisnis sekuritisasi yang dimiliki SMF terlihat menurun pada semester I-2024. Pendapatan dari bisnis tersebut telah terkoreksi 57,16% YoY menjadi Rp 1,62 miliar.

Direktur Sekuritisasi dan Pembiayaan SMF Heliantopo membenarkan, bisnis sekuritisasi saat ini cukup memiliki tantangan. Terlebih, bank bisa memperoleh likuiditas dari beberapa hal.

Namun, ia melihat bahwa itu bukan berarti bank sudah tidak berminat lagi untuk melakukan sekuritisasi. Dalam hal ini, ia melihat ada kondisi tertentu yang bisa membuat minat bank untuk melakukan sekuritisasi kembali meningkat. 

“Sekuritisasi itu kan tetap nanti ada masa-masanya. Masa ketika likuiditas perbankan juga tidak sebaik sekarang,” ujarnya, Minggu (29/9).

Sebagai catatan, sejak SMF berdiri pada tahun 2005 hingga semester I-2024, lembaga penyedia likuiditas ini telah menerbitkan sekuritisasi sebanyak 17 kali. Nilainya telah mencapai Rp 14,21 triliun.

Topo menambahkan bahwa rencana sekuritisasi selalu ditawarkan kepada bank-bank yang memang memiliki portofolio KPR sangat besar. Namun, itu sangat tergantung pada kebutuhan dari masing-masing bank.

”Paling sering itu BTN, tapi beberapa bank lain juga pernah seperti Bank Mandiri dan BSI,” ujarnya.

Baca Juga: Sarana Multigriya Finansial (SMF) Bukukan Kenaikan Laba 11% pada 2023

Ia pun melihat minat perbankan dalam melakukan sekuritisasi itu cukup jarang dikarenakan bank tidak mau melepas asetnya dari buku. Sebab, jika sekuritisasi dilakukan, maka aset yang akan dilakukan sekuritisasi itu harus keluar dari buku yang menyebabkan adanya penurunan.

”Padahal bagi beberapa bank itu kan pertumbuhan aset sangat penting,” ujarnya.

Direktur Distribution and Institutional Funding BTN Jasmin pun mengungkapkan bahwa saat ini sekuritisasi aset belum menjadi prioritas, setidaknya di tahun ini. Meskipun, kondisi likuiditas di BTN masih tergolong ketat dengan rasio LDR di level 96,4% di semester I-2024.

Jasmin memastikan bahwa tahun ini bank yang memang fokus pada kredit perumahan ini tidak akan melakukan sekuritisasi aset. Padahal, BTN tergolong rajin melakukan sekuritisasi tiap tahun dengan terakhir pada Oktober 2023 senilai Rp 600 miliar.

”Likuiditas masih cukup untuk mendukung ekspansi kredit,” ujar Jasmin.

Ia menambahkan sekuritisasi aset bisa dibilang menjadi opsi terakhir bagi perbankan untuk mencari likuiditas. Ditambah, pemain yang melakukan sekuritisasi tidak banyak, hanya SMF.

Jasmin juga bilang alasan sekuritisasi kurang menarik bukan karena biaya. Melainkan, yang menjadi pertimbangban lebih kepada total aset yang dimiliki BTN justru menurun.

”Dari segi biaya jika dibandingkan dengan menerbitkan obligasi sejatinya hampir sama,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×