Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Ahmad Febrian
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. KONTAN seringkali memberikan peringatan saat euforia melanda bank digital. Para analis saat itu memperingatkan tentang fundamental. Bahkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan bank digital yang acap menggoreng saham mereka.
Pertengahan Desember lalu, Deputi Komisioner Pengawas Perbankan III OJK, Slamet Edy Purnomo memberikan peringatan tentang bank-bank yang mengklaim digital. Sementara mereka tidak punya ekosistem ini.
OJK mengkhawatirkan mereka hanya memainkan isu bank digital saja dan pada akhirnya bisa bisa merusak pasar. Lalu menimbulkan kekecewaan pada masyarakat yang sudah membeli sahamnya.
"Jangan sampai saham mereka hanya dibakar-bakar saja, ikut digoreng dengan masalah isu dengan rumor di belakangnya ada investor ini investor itu padahal faktanya tidak. Itu sudah sering terjadi dan kita tegur," ujar Slamet, waktu itu.
Belum lagi dari sisi inovasi, bank-bank digital ini tidak ada yang baru. Dan hampir semuanya sama. Dan kini seiring kerontokan saham teknologi , kinerja emiten bank digital terus ambruk sepekan terakhir.
Bank Jago (ARTO) paling parah. Secara year to date mencatatkan penurunan terdalam yakni 52,5%. Dalam sehari turun 6,75% pada penutupan perdagangan Selasa (17/5). Dalam sepekan ARTO sudah melemah 29,95%. Berikutnya Bank Neo Commerce (BBYB) turun 51,5% ytd. Tapi dalam sehari pada Selasa (17/5) cuma turun 2,41%.
Senior Investment Analyst Infovesta Utama, Edbert Suryajaya menilai, pergerakan saham emiten bank digital masih akan relatif berat. "Biasanya saham-saham yang fundamental baik dan sudah mencetak laba yang biasanya akan memiliki performa yang lebih baik atau value investing," ujar Edbert.
Ekonom yang juga pakar keuangan dan pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy adalah sosok yang konsisten memberikan peringatan soal harga saham performa bank digital sejak awal. Ia melihat harganya emiten bank digital masih kemahalan. Ia menyebut, harga saham apapun termasuk emiten bank digital akan konvergen ke nilainya dalam jangka panjang.
"Lebih baik ke emiten dengan fundamental yang bagus dan lebih teruji. Terutama yang memiliki dividen yield tinggi dan price to book value (PBV) serta price earning ratio (PER) rendah," papar Budi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News