Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Silang sengkarut dari polemik biaya akuisisi berlebihan (excessive commissions) atau yang lebih populer dengan sebut engineering fee masih berlanjut. Pelaku usaha asuransi umum telah bersepakat untuk menghentikan praktek tersebut. Tapi dari kalangan pialang, justru masih punya pandangan yang berbeda.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo) Harry Purwanto mengatakan Surat Keputusan Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Asuransi umum indonesia (AAUI) Nomor 22/SK.AAUI/2018 soal penghentian praktek engineering fee tersebut sebenarnya tidak memecahkan akar permasalahan.
Alasannya, benang merah polemik yang terjadi saat ini disebutnya ada pada surat edaran OJK nomor 6 Tahun 2017 soal biaya akuisisi dalam bentuk komisi, diskon, atau yang lainnya kepada pialang, agen, atau pihak ketiga lain yang terkait dengan perolehan bisnis asuransi.
“Itu yang harusnya direvisi atau dicabut oleh OJK,” kata dia kepada Kontan.co.id, baru-baru ini.
Dalam beleid itu disebutkan kalau biaya akusisi untuk asuransi harta benda maksimal 15% dari total premi. Sementara untuk asuransi kendaraan bermotor, biaya akusisi setinggi-tingginya hanya boleh 25%.
Menurut Harry, SE OJK tersebut merugikan pialang, sebab peran broker disamakan dengan pihak bisnis lainnya, seperti agen maupun orang internal perusahaan asuransi yang berperan layaknya agen.
Padahal menurut dia, perusahaan pialang memiliki perbedaan yang signifikan dengan pihak-pihak tersebut. “Kami harus bayar iuran OJK, pajak, dan memiliki minimal modal yang disetor,” ucap dia.
Chief Excecutive Officer PT ABB Insurance Broker Herdi Santoso menambahkan aturan ini menjadi polemik bagi pialang. Sebab nasabah bisa mendapat maksimum diskon yang perhitungannya disatukan dengan komisi bagi pialang. Tentunya tak mudah bagi pialang untuk mengurangi diskon kepada tertanggung agar komisi yang didapat tetap tebal.
Setali tiga uang, Direktur PT Sedana Pasifik Servistama Insurance Broker Kristinan Benny Hapsoro menganggap, perusahan asuransi memberikan biaya ini sebagai pengganti komisi yang hilang karena digunakan untuk diskon kepada nasabah.
“Ya karena kami dituntut potongan diskon oleh tertanggung, sehingga kami meminta engineering fee itu sebagai pendapatan bagi kami,” kata Benny.
Ia mengklaim, engineering fee yang pialang terima bervariasi, bisa mencapai 5%-15% untuk asuransi harta benda maupun kendaraan bermotor. Sementara itu, persentase biaya akuisisi yang ada dalam SEOJK dirilis dianggap sebagai diskon kepada nasabah.
Sementara Presiden Direktur PT Futuready Insurance Broker Sendy Filemon menilai dalam menghitung risiko asuransi, diperlukan keahlian spesifik untuk memberikan masukan ke pialang atau perusahaan asuransi.
“Di situ diperlukan keahlian khusus pihak ketiga yang dibayar dengan engineering fee,” kata dia.
Dengan begitu, engineering fee, dinilainya memang menjadi kebutuhan yang riil dalam industri asuransi, khususnya untuk risiko yang spesifik.
Penanggungan risiko adalah aspek dasar dari perusahaan asuransi. Oleh karena dia bilang sewajarnya perusahaan asuransi sanggup menghitung rasio-rasio yang baik untuk kelangsungan hidup bisnisnya, termasuk dalam memberikan komisi ke saluran distribusi.
Di sisi lain Direktur Eksekutif AAUI Dody AS Dalimunthe mengatakan, kesepakatan di antara perusahaan asuransi umum ini dibuat berdasarkan adanya praktik engineering fee yang berupa tambahan biaya akuisisi sehingga melebihi batas nilai komisi yang diatur OJK.
Menurut dia, hal itu menyebabkan naiknya biaya usaha sehingga mengakibatkan semakin kecilnya margin usaha. “Akibatnya, biaya usaha meningkat sehingga margin langsung turun signifikan,” kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News