Reporter: Aulia Ivanka Rahmana | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan multifinance sebut rencana kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12%, yang akan berlaku mulai 1 Januari 2025, berpotensi memberikan dampak ke perusahaan pembiayaan atau multifinance.
PT Adira Dinamika Multifinance Tbk atau Adira Finance (ADMF) menyampaikan, kebijakan ini akan berpotensi memengaruhi permintaan segmen otomotif. Chief Financial Officer (CFO) Adira Finance Sylvanus Gani mengatakan bahwa kenaikan PPN ini tidak hanya memengaruhi supply dan demand, tetapi juga meningkatkan biaya operasional, seperti biaya pemasaran dan komisi.
"Namun, seberapa besar dampak peningkatan biaya tersebut belum dapat ditentukan dan saat ini masih dalam proses kajian," ujar Gani kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11).
Selain itu, kenaikan harga kendaraan bermotor diprediksi akan terjadi dan berpotensi menghambat pemulihan daya beli konsumen, khususnya pada segmen kelas menengah ke bawah. Untuk menghadapi dampak kenaikan PPN, Adira Finance telah mempersiapkan sejumlah langkah strategis.
Baca Juga: Pembiayaan Multiguna di Sejumlah Multifinance Naik pada Oktober 2024
Kemudian, PT CIMB Niaga Auto Finance (CNAF) juga memiliki pandangan yang sama. Perusahaan menilai kebijakan itu akan bisa menyebabkan kenaikan harga unit kendaraan yang dijual.
Presiden Direktur CNAF, Ristiawan Suherman mengatakan, salah satu akan terdampak yakni besaran angsuran debitur. Namun, ia menilai dampak yang dirasakan tidak akan signifikan bagi bisnis perusahaan.
"Karena tahun depan diprediksi penjualan mobil akan mencapai 1 juta unit, yang mana ini menandakan adanya geliat penjualan yang akan terus tumbuh," kata Ristiawan kepada Kontan, Senin (18/11).
Dengan demikian, CNAF akan menjalankan risk based pricing (RBC) yaitu penentuan suku bunga berdasarkan dari tingkat risiko nasabah. Hal ini dilakukan untuk menjaga stabilitas kinerja perusahaan.
Di tahun depan, CNAF optimistis bisa mencatat kinerja positif, seiring dengan optimisme pemerintahan baru bahwa ekonomi Indonesia akan tumbuh di angka 5%-6%, serta inflasi yang tetap terjaga.
Baca Juga: Berpeluang Hadapi Tekanan Tarif PPN 12%, Begini Strategi Sejumlah Multifinance
Sementara, PT Mandiri Utama Finance (MUF) meyakini bahwa kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memperkuat basis penerimaan negara dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan.
Direktur Utama MUF Stanley Setia mengatakan hal ini akan memengaruhi daya beli masyarakat, terutama dalam jangka pendek. Namun, pihaknya telah menyiapkan sejumlah produk pembiayaan yang lengkap, yang diharapkan dapat mengantisipasi atas risiko yang akan terjadi.
"Mulai dari produk pembiayan mobil baru, mobil bekas, serta multiguna, MUF optimistis permintaan terhadap pembiayaan akan tetap tumbuh yang didukung oleh tren pemulihan ekonomi dan kebutuhan mobilitas," ujar Stanley kepada Kontan, Kamis (21/11).
Lebih lanjut, Stanley menyebut, pihaknya akan terus memperkuat efisiensi operasional, menawarkan program promosi menarik, serta mengedepankan inovasi digital dalam penyediaan layanan perusahaan.
Sementara untuk prospek di tahun depan, MUF akan memaksimalkan pertumbuhan pembiayaan melalui captive market yaitu nasabah referral Bank mandiri, Bank BSI, dan perbankan lainnya.
"Di samping itu kami juga memperluas penetrasi pembiayaan reguler melalui diler, showroom, mitra dan direct. Kedua sumber order ini kami harapkan dapat sama-sama mendorong kinerja penyaluran pembiayaan MUF di tahun 2025," lanjut Stanley.
Baca Juga: Multifinance Menyiapkan Strategi Pendanaan Menghadapi Kebijakan Suku Bunga BI
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menilai rencana kenaikan PPN ini akan memberikan tekanan besar bagi perusahaan pembiayaan atau multifinance. Sebab, kebijakan ini berpotensi mengurangi permintaan pembiayaan akibat melemahnya daya beli masyarakat.
“Masyarakat cenderung akan menahan konsumsi ketika daya beli menurun. Ketika permintaan barang berkurang, sudah pasti perusahaan pembiayaan, termasuk multifinance, juga akan terkena dampaknya," ungkap Nailul kepada Kontan.co.id Selasa (19/11).
Ia menambahkan bahwa perusahaan multifinance perlu segera menyesuaikan strategi, misalnya dengan menawarkan promo-promo menarik agar konsumen tetap terdorong untuk membeli barang.
Namun, Nailul juga menyoroti peran pemerintah dalam meringankan beban masyarakat. Menurutnya, kenaikan PPN justru akan semakin menambah beban yang dipikul oleh masyarakat. Oleh karena itu, ia menegaskan bahwa rencana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada 2025 sebaiknya dibatalkan.
"Pemerintah punya peluang untuk meringankan beban masyarakat, tetapi malah memilih untuk menambahnya. Karena itu, kenaikan tarif PPN pada tahun depan wajib dibatalkan," tegas Nailul.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News