kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Simpanan di Perbankan Turun, Pertanda Apa?


Kamis, 31 Agustus 2023 / 21:45 WIB
Simpanan di Perbankan Turun, Pertanda Apa?
ILUSTRASI. Uang rupiah. REUTERS/Darren Whiteside


Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Simpanan nasabah di perbankan nasional menurut data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) mengalami penurunan pada beberapa nilai nominal tertentu secara year to date (YtD) jika dibandingkan dengan akhir tahun 2022 lalu. 

Penurunan ini khususnya terjadi pada simpanan dengan nilai nominal di bawah Rp 100 juta, Rp 100 juta-200 juta dan di atas Rp 5 miliar. Penurunan tertinggi berasal dari simpanan dengan nominal di atas Rp 5 miliar, yakni turun 3,1% YtD, yang lainnya masih turun di bawah 1% ytd. 

Herman Suheru, Direktur Group Riset LPS kepada Kontan menyampaikan, dana nasabah tajir di perbankan didominasi oleh korporasi.

"Jadi nasabah orang kaya yang menempatkan dananya di bank itu di atas 5 miliar bukan nasabah individu, tapi 60% lebih adalah korporasi," kata Herman kepada Kontan saat ditemui beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Ekosistem QRIS DANA Tumbuh 300% pada Semester I 2023

Di sisi lain, Herman mengatakan banyak hal yang pelru diperhatikan terkait dengan naik atau turunnya simpanan nasabah di perbankan, baik yang di bawah Rp 100 juta maupun yang di atas Rp 5 miliar.

"Jika Simpanan nasabah menurun, bukan berarti ekonomi sedang tidak baik, tapi ada beberapa faktor yang menyebabkan hal ini terjadi, salah satunya adalah terkait kondisi pandemi yang telah usai, banyak nasabah yang sebelumnya menyimpan uangnya di bank, kini mereka kembali konsumtif," jelas Herman.

Di sisi lain Herman mengatakan masyarakat umum yang menjadi nasabah individu pada hakikatnya, tidak dapat menyimpan 100% pendapatan mereka di perbankan. Jika hal ini terjadi, maka ekonomi tidak akan dapat bergerak.

Faktor lainnya adalah terkait biaya kebutuhan yang semakin mahal saat ini, terutama saat terjadi inflasi, biaya yang keluar lebih besar dibandingkan dengan pendapatan yang masuk. 

"Buktinya pada saat pandemi, simpanan justru meningkat, karena biaya ongkos/transportasi tidak banyak keluar, saat inflasi yang paling cepat naik harganya adalah segmen ini," kata Herman. 

Namun, Herman tetap menyampaikan hal tersebut tidak bisa dianggap akan terus berlangsung dalam jangka panjang, akan ada momentum semua akan kembali normal lagi.

Sementara itu, Senior Vice President Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Trioksa Siahaan menyampaikan salah satu yang menyebabkan menurunnya simpanan nasabah karena pergerakan ekonomi bisnis yang belum kuat sehingga dana simpanan tergerus di samping ada juga penyebab dari menurunnya harga komoditas.

Di sisi lain menurutnya sentimen tahun politik belum terlihat memiliki hubungan dengan tergerusnya simpanan nasabah tersebut.

Baca Juga: CIMB Niaga Targetkan 38 Digital Lounge Dapat Beroperasi Tahun Ini

"Penurunan simpanan masih karena faktor geliat ekonomi dan mulai adanya peralihan ke instrumen investasi lain yg memberi imbal balik lebih besar seperti obligasi dan reksadana," kata Trioksa kepada Kontan.

Senada, Pengamat ekonomi dan pasar modal Budi Frensidy menyampaikan simpanan nasabah tajir yang menurun sangat mungkin karena mereka memindahkan dananya ke instrumen investasi lain yang lebih memberikan imbal hasil yang tinggi.

"Sangat mungkin dipindahkan ke ORI, SBN, reksadana, dan saham. Sebagian mungkin juga untuk ekspansi usahanya," kata Budi.

Sementara itu untuk kelompok simpanan nasabah di kisaran Rp 100 juta, Budi mengatakan penurunan tersebut kemungkinan karena mulai dibelanjakan seperti membeli motor, mobil, rumah, apartemen, dan lainnya.

Meskipun begitu, sejumlah bank-bank besar mengaku simpanan nasabah tajir mereka masih meningkat di paruh pertama tahun 2023. 

Bank Mandiri misalnya, yang mencatat jumlah nasabah tajirnya sampai Juli 2023 mencapai hampir 60.000 nasabah dengan total dana kelolaan menyentuh Rp 300 triliun, khususnya di segmen nasabah Mandiri Prioritas dan Mandiri Private.

Corporate Secretary Bank Mandiri, Rudi As Aturridha menyampaikan target pertumbuhan dana kelolaan diperkirakan masih mampu tumbuh di atas 10% YoY di tahun ini. Para nasabah tajir ini menempatkan dananya yang besar dengan tujuan agar bank dapat kekayaan mereka melalui segmen bisnis bank yakni wealth management.

"Strategi Bank Mandiri dalam mengembangkan bisnis segmen wealth management, yaitu dengan konsisten memberikan layanan dan solusi finansial yang lebih lengkap, seperti varian instrumen investasi yang lebih menarik yang sesuai dengan kebutuhan nasabah yang beragam," kata Rudi kepada Kontan, Kamis (31/8).

Di sisi lain, mengoptimalkan akuisisi nasabah baru melalui fitur Livin’ yakni dengan terus memberikan inovasi fitur, layanan, serta produk investasi yang lengkap.

Begitu juga dengan Bank Central Asia (BCA) yang masih optimistis menargetkan dana kelolaan dari nasabah tajir ini dapat tumbuh 50% YoY. Hingga Juli 2023, dana tersebut telah mencapai hampir Rp 170 triliun.

Bahkan baru-baru ini BCA menyelenggarakan BCA Wealth Summit demi menjaring nasabah tajir agar dapat menempatkan dananya di BCA. Pasalnya tahun lalu, BCA berhasil menambah nasabah baru sebanyak 4.000 nasabah. 

Sementara di tahun ini BCA menargetkan peningkatan jumlah nasabah baru meningkat 25% atau sekitar 5.000 nasabah baru yang menempatkan dananya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×