Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Handoyo
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Simpanan nasabah kaya Tanah Air terus mendaki. Ekonom menilai kondisi ini disebabkan karena adanya sinyal pelonggaran likuiditas perbankan, ketidakpercayaan terhadap kebijakan ekonomi pemerintah, sekaligus sikap wait and see para nasabah korporasi untuk berekspansi dan berinvestasi.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) dalam Ringkasan Eksekutif Distribusi Simpanan Bank Umum menunjukkan duit nasabah kaya di atas Rp 5 miliar tumbuh 4,7% secara tahunan (YoY) atau setara Rp 4,912.59 triliun. Total ini mengambil porsi 54,1% dari total simpanan secara keseluruhan.
Melihat trennya sejak awal tahun, simpanan jenis ini tampak konsisten tumbuh sebesar 4,2% (YtD). Begitu pun dalam 6 bulan, 3 bulan, dan 1 bulan terakhir ini yang masing-masing tumbuh 4,5%, 2,7%, 0,7%.
Baca Juga: Simpanan Nasabah Kaya RI Mendominasi, Naik 4,7% pada Bulan April 2025
Hal ini berbeda dengan jenis simpanan lain yang tumbuh labil sejak awal tahun ini. Tak hanya dari segi nominal, total rekening nasabah kaya ini juga terus mendaki bila dibandingkan dengan April tahun lalu. Tercatat, ada sebanyak 144,702 rekening, naik 3,9% YoY.
Ekonom sekaligus pengamat perbankan Universitas Bina Nusantara, Doddy Ariefianto menilai, tren tersebut merupakan pola yang wajar terjadi di tengah tekanan perekonomian yang belum sepenuhnya pulih.
Apalagi menurut Doddy, nasabah dengan nominal ini umumnya adalah nasabah korporasi. Alhasil ketika ditekan perekonomian, mereka lebih memilih wait and see dengan menyimpan dananya.
Baca Juga: Bidik Kenaikan AUM 15% Tahun Ini, Nasabah BTN Prospera Melonjak 170% per April 2025
“Tier > Rp 5 Miliar itu umumnya (nasabah) korporasi. Ini bisa jadi indikasi mereka agak menahan ekspansi, konsumsi, atau investasi bisnis,” terang Doddy saat ditanya Kontan, Senin (26/5).
Ini juga diamini Chief Economist Bank Permata, Josua Pardede. Selain itu Josua juga menambahkan, tren ini diperkuat oleh inflasi di level 1,95% YoY pada bulan April 2025 sehingga daya beli nilai simpanan riil menurutnya bisa terjaga.
Dengan demikian, sikap yang menurut Josua konservatif ini pun wajar terjadi mengingat kredit investasi masih tumbuh moderat dan indikator konsumsi belum menunjukkan rebound kuat.
Kabar baiknya, menurut Josua perilaku ini bisa meningkatkan likuiditas perbankan, apalagi kredit perbankan masih menunjukkan tren perlambatan.
Baca Juga: Soal Pemblokiran Rekening Dormant, BNI Minta Nasabah Tak Khawatir, Dana dan Data Aman
“Peningkatan dana jumbo ini bisa membuat loan to deposit ratio (LDR) lebih longgar membuka ruang bagi bank untuk ekspansi kredit, terutama jika suku bunga terus menurun,” ujar Josua.
Sementara dari sudut pandang nasabah kaya nonkorporasi, Direktur Ekonomi Digital Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda menyoroti adanya aspek ketidakpercayaan kalangan tersebut terhadap kebijakan pemerintah.
Dengan begitu, mereka menurutnya memilih mengambil langkah antisipasi dengan lebih banyak menabung.
“Tentu impact dari kondisi ini adalah konsumsi rumah tangga (terutama kelas menengah atas) yang akan menurun. Akibatnya pada pertumbuhan ekonomi yang melambat,” ujar Nailul.
Selanjutnya: Wismilak Inti Makmur (WIIM) Bidik Pertumbuhan Penjualan Rokok 20% pada 2025
Menarik Dibaca: IHSG Ditutup Dengan Penurunan 0,36%, Ini Saham LQ45 yang Paling Melemah (26/5)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News