Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Akhir 2024 menjadi batas akhir bagi Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Pembangunan Daerah (BPD) untuk memenuhi modal minimal. Bedanya, proses pemenuhan modal BPD dipastikan bakal lebih lancar dibandingkan BPR yang memang jumlahnya mencapai 1.500 BPR.
Seperti diketahui, BPR diwajibkan melakukan pemenuhan modal inti minimum sebesar Rp 6 miliar paling lambat harus tercapai pada 31 Desember 2024. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 5 Tahun 2015.
Terkait pemenuhan modal inti tersebut, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae bilang sepanjang tahun berjalan hingga September 2024, terdapat penggabungan 17 BPR menjadi 6 BPR dan ada pencabutan hingga izin usaha sebanyak 13 BPR.
“Kemudian satu penggabungan antara lain satu BPR dengan satu BPR Syariah menjadi satu BPR Syariah,” ujar Dian di DPR, Senin (18/11).
Baca Juga: Begini Kabar Terbaru Rencana Konsolidasi BPR Jelang Batas Pemenuhan Modal
Lebih lanjut, untuk industri BPR Syariah atau BPRS, Dian menyebutkan bahwa bakal ada tiga BPR yang bakal berubah kegiatan usaha menjadi BPRS. Serta, ada dua BPRS yang telah dicabut izin usahanya.
Dengan demikian, Dian bilang sudah ada 53 BPR/BPRS telah selesai melaksanakan proses konsolidasi menjadi 17 BPR/BPRS. Alhasil, sudah terjadi pengurangan sebanyak 36 BPR/BPRS.
Selain itu, ada 13 BPR/BPRS yang telah disetujui untuk konsolidasi menjadi lima BPR/BPRS. Namun, itu masih dalam proses Kemenkumham sehingga akan berkurang sebanyak 8 BPR/BPRS.
“Kemudian ada 75 BPR/BPRS sedang diproses perizinan menjadi 26 BPR/BPRS dan 40 BPR/BPRS yang mengajukan konsolidasi menjadi 12 BPR/BPRS dalam proses kelengkapan,” tandas Dian.
Baca Juga: Menilik Tantangan Permodalan BPD
Ketua Umum DPP Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) Tedy Alamsyah bilang saat ini pihaknya di internal juga sedang melakukan pendataan terkait proses pemenuhan modal inti. Di mana, ia juga tak menutup kemungkinan ada BPR-BPR yang memang sulit melakukan pemenuhan modal inti.
Ia menjelaskan biasanya penambahan modal di BPR terjadi secara organik melalui laba. Namun, dampak pandemi Covid-19 membuat nasabah BPR masih dalam tahap recovery dan ini berpengaruh pertumbuhan laba.
Oleh karenanya, ia berharap bagi BPR yang belum memenuhi ketentuan modal inti tetap bisa diberikan ruang gerak selama kondisi keuangannya masih sehat, masih dibutuhkan dan bermanfaat bagi masyarakat.
“Tentu dengan ruang lingkup kegiatan yang bisa menyesuaikan ketersediaan modal inti yang ada,” ujarnya.
Baca Juga: Merespon Penurunan BI Rate, Sejumlah Bank Mulai Turunkan Bunga Depositonya
Lain cerita, Ketua Umum Kompartemen BPR Syariah (BPRS) Asbisindo Cahyo Kartiko membuka adanya kemungkinan BPRS mengembalikan izin ke OJK. Alasannya, beratnya persaingan lembaga keuangan di Indonesia terutama persaingan dengan lembaga keuangan berbasis digital.
Ia melihat model bisnis BPR-BPRS sebagai community banking telah terdistruksi oleh hadirnya lembaga keuangan alternatif seperti pinjaman online dan paylater yang menawarkan kecepatan dan kemudahan proses pembiayaan maupun penempatan dana.
“Sehingga semangat untuk menambah modal menjadi menurun, apalagi apabila BPR-BPRS sering mengalami permasalahan yang menyebabkan terjadinya kerugian,” jelasnya.
Selanjutnya: Indef: Kontribusi Pilkada 0,211% pada PDB Nasional Jika Anggaran Sesuai Peruntukan
Menarik Dibaca: 5 Tanda Kulit Butuh Serum Vitamin C, Apa Saja?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News