kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.585.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.365   5,00   0,03%
  • IDX 7.171   16,08   0,22%
  • KOMPAS100 1.060   2,49   0,24%
  • LQ45 834   1,35   0,16%
  • ISSI 214   0,05   0,02%
  • IDX30 430   1,01   0,24%
  • IDXHIDIV20 510   -1,34   -0,26%
  • IDX80 121   0,13   0,11%
  • IDXV30 124   -0,74   -0,59%
  • IDXQ30 141   -0,35   -0,25%

SRBI Serap Likuiditas Bank, Rasio GWM Perlu Diturunkan Lagi


Senin, 20 Januari 2025 / 19:32 WIB
SRBI Serap Likuiditas Bank, Rasio GWM Perlu Diturunkan Lagi
ILUSTRASI. Penerbitan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih menjadi momok yang membayangi industri perbankan.


Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerbitan instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) masih menjadi momok yang membayangi industri perbankan. Alhasil, harapan ada insentif baru semacam penurunan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) kembali muncul.

Terlebih dalam tiga lelang terakhir di tahun ini, rata-rata SRBI yang terserap senilai Rp 15 triliun. Ditambah, SRBI yang jatuh tempo pada kuartal I/2025 ini bakal senilai Rp 178 triliun yang menandakan likuiditas perbankan belum akan membaik dalam waktu dekat.

Research Analysts Verdhana Sekuritas Indonesia Erwin Wijaya mengungkapkan bahwa perlu adanya kebijakan tambahan dari Bank Indonesia (BI) dalam membantu likuiditas perbankan. Sebab, meski imbal hasil SRBI saat ini juga sudah mulai melandai, itu tak cukup membantu perbankan dalam mendapat likuiditas yang murah.

“Secara umum, likuiditas dalam sistem perbankan tetap ketat, terutama jika kita memperhitungkan konsentrasi likuiditas di bank-bank besar,” tulis Erwin dalam riset terbarunya.

Baca Juga: Dana Pensiun BCA Proyeksikan Instrumen SRBI Tetap Diminati Meski Imbal Hasil Turun

Dia menambahkan bahwa solusi yang paling tepat saat ini adalah BI kembali memangkas batas rasio GWM, terutama simpanan dalam bentuk rupiah. Setidaknya, pengurangan GWM bisa turun dari awalnya 9% menjadi sekitar 3% hingga 5%.

Jika itu dilakukan, Erwin menilai dampaknya akan dapat terlihat secara langsung dalam menambah likuiditas. Sebab, pada akhirnya itu dapat menurunkan biaya pendanaan dan berpotensi mengurangi suku bunga kredit.

“Kami memperkirakan setiap penurunan GWM sebesar 1% akan meningkatkan likuiditas dalam sistem perbankan sekitar Rp 90 triliun,” tambah dia.

Seperti diketahui, saat ini BI sejatinya telah memiliki insentif Kebijakan Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang pada intinya menurunkan rasio GWM. Namun, KLM tersebut memiliki syarat hanya untuk kredit ke sektor-sektor prioritas dan maksimal pengurangannya hanya menjadi 4%.

Baca Juga: Penyebab Bank Digital Belum Berencana Turunkan Bunga Deposito Meski BI Rate Turun

Deputi Gubernur BI Juda Agung mengungkapkan bahwa jika tidak ada insentif KLM ini, pertumbuhan kredit bank 2024 bahkan tidak bakal mencapai target BI di kisaran 10% hingga 12%. Adapun pada 2024, pertumbuhan kredit perbankan mencapai 10,39% secara tahunan.

“Kalau tanpa insentif likuiditas, pertumbuhannya itu hanya 9,6%, jadi KLM emang cukup efektif,” ujar Juda, Rabu (15/1).

Direktur Kepatuhan Bank Oke Efdinal Alamsyah mengungkapkan bahwa insentif KLM dengan mengurangi GWM ini memang memberikan hasil positif seperti peningkatan penyaluran kredit atau likuiditas yang lebih stabil. Tetapi insentif tersebut hanya diarahkan untuk bank yang memiliki portofolio signifikan di sektor-sektor dianggap strategis.

Oleh karenanya, jika likuiditas masih terbatas, Efdinal pun menilai masih perlu pengurangan GWM tambahan. Terlebih,  jika terjadi perlambatan ekonomi atau ketidakpastian global yang diakibatkan oleh tensi geopolitik

Namun, harus dipastikan bahwa bank mampu memanfaatkan likuiditas tersebut untuk mendukung ekonomi tanpa memicu risiko-risiko lain, seperti inflasi atau penyaluran kredit yang tidak produktif,” ujarnya.

Seperti diketahui, hingga Desember 2024, rasio LDR Bank Oke masih tergolong tinggi dengan mencapai 132%. Hanya saja, Efdinal bilang itu menunjukkan perbaikan apabila dibandingkan dengan tahun 2023 sebesar 137% dan 143% di kuartal I/2024.

Baca Juga: Bunga Acuan Turun, Bank BNI Optimis Kredit Konsumer Tumbuh di Atas 13% YoY pada 2025

Sementara itu, Presiden Direktur CIMB Niaga Lani Darmawan mengungkapkan bahwa penambahan insentif GWM bagus jika ada tambahan. Lani menyebut insentif KLM juga perlu dipertahankan.

Lani menambahkan bahwa saat ini rasio LDR CIMB Niaga ada di kisaran 85%. Dia pun mengklaim bahwa likuiditas juga sudah sedikit melonggar.

“KLM sangat bagus dan juga ada beberapa enhancement di KLM sehingga participation dari bank juga bisa sesuai dengan risk appetite di bank itu sendiri,” tandasnya.

Selanjutnya: MU Ajukan Penawaran Lisan Rp 1,18 Triliun untuk Striker 'Pemain Fantastis'

Menarik Dibaca: Hujan Turun di Daerah Mana? Ini Ramalan Cuaca Besok (21/1) di Jawa Barat

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×