Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG), Kamis (22/8) memutuskan untuk kembali menurunkan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate (BI7DRRR) sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,5%. Sebelumnya pada bulan Juli 2019, bank sentral juga sudah menurunkan bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,75%.
Lewat penurunan bunga acuan ini, BI berharap pertumbuhan kredit mampu terdorong. Terutama melalui penyesuaian suku bunga kredit. Sejumlah bank pun menyambut baik hal tersebut, salah satunya PT Bank Central Asia Tbk (BCA).
Baca Juga: Suku bunga BI turun lagi, BRI kian yakin bisa capai target pertumbuhan kredit 12%
Menurut Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja penurunan bunga acuan BI 7DRRR baik untuk ekonomi. Namun, hal tersebut tidak serta-merta mampu mendorong pertumbuhan kredit.
Sebab, menurut Jahja pertumbuhan kredit sangat bergantung pada permintaan barang jasa, jika hal ini terjadi maka memungkinkan untuk mendorong kredit. "Kalau bunga saja yang turun belum tentu kredit bisa naik, kalau tidak ada kebutuhannya," katanya kepada Kontan.co.id, Kamis (22/8).
Ia juga mengatakan, saat ini kondisi global masih dalam situasi yang lesu sehingga Ia menyarankan agar tidak usah terlalu memaksakan pertumbuhan kredit. Lantaran jika penyaluran kredit tidak maksimal, nantinya hal tersebut malah bisa berbalik menjadi kredit bermasalah.
Baca Juga: Menimbang untung-rugi pemangkasan suku bunga Bank Indonesia (BI)
Di sisi lain, PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) yang meyakini target penyaluran kredit sebesar 12% tahun ini dapat terealisasi. Direktur BTN Nixon Napitupulu mengatakan, dengan turunnya suku bunga kredit dipastikan akan mempengaruhi minat peminjaman kredit oleh debitur.
Salah satunya pada segmen kredit pemilikan rumah (KPR) non subsidi BTN. "Pasti ada pengaruh" terangnya.
Kendati demikian, dalam penyaluran kreditnya terutama KPR subsidi BTN pergerakan bunga kredit tidak terlalu berpengaruh. "Kalau subsidi bunganya 5% ke nasabah. Kalau non subsidi yang masih menikmati bunga promo juga sudah rendah," terangnya.
Sementara dari kacamata ekonom, Kepala Ekonom PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Ryan Kiryanto beranggapan secara logika pertumbuhan kredit pasti akan terdorong lewat penurunan bunga acuan. Apalagi jika belanja Pemerintah dapat digenjot pada semester kedua tahun ini.
Namun, Ia juga menegaskan bahwa perbankan tetap memerlukan waktu sebelum penurunan bunga acuan dapat ditransmisikan pada suku bunga kredit. "Itu wajar saja, yang penting arah suku bunga ke depan melandai sesuai gerak BI rate dan LPS (Lembaga Penjamin Simpanan) rate," ujarnya.
Baca Juga: Sebentar lagi, SIM bisa dipakai sebagai uang elektronik
Pun, penurunan bunga acuan tersebut menurutnya sudah sesuai dengan perkiraan sebagian ekonom dan analis. Menurutnya, pilihan bank sentral memangkas bunga acuan 25 bps serta deposit dan lending rate masing-masing 25 bps sudah tepat dan dapat diterima oleh pelaku pasar.
Langkah BI tersebut diyakini akan berdampak positif bagi sektor keuangan perbankan dan sektor riil sehingga mampu menjadi stimulan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi di atas 5% tahun ini.
"Tinggal kita tunggu hadirnya kebijakan fiskal yg juga akomodatif melalui serapan anggaran yg lebih agresif untuk menguatkan kebijakan moneter BI yg sudah akomodatif sejauh ini," imbuh Ryan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News