Reporter: Titis Nurdiana | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tabir gagal bayar Jiwasraya atas polis investornya kian terang. Kejaksaan Agung (Kejagung), Rabu (18/12), bahkan sudah mengungkap ada dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan duit investasi PT Asuransi Jiwasraya.
Kejaksaan bahkan sudah menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) pada Selasa (17/12) lalu. Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan, penyidikan atas Jiwasraya termasuk keterlibatan investasi Jiwasraya yang dilakukan di 13 perusahaan.
Kejaksaan Agung menduga telah terjadi pelanggaran tata kelola perusahaan yang baik (GCG) atas pengelolaan produk JS Saving Plan Jiwasraya.
Baca Juga: Inilah 12 fakta penting upaya penyelamatan Jiwasraya yang tak kunjung kelar
JS Saving Plan adalah produk asuransi berbalut investasi yang ditawarkan melalui bank (bancassurance). JS Saving Plan adalah produk asuransi unitlink yang mengawinkan produk asuransi dengan investasi.
JS Saving Plan Jiwasraya merupakan asuransi berbasis investasi dan asuransi proteksi kematian dengan tenor 1 tahun-5 tahun. Artinya jika pemilik polis JS Saving Plan meninggal sebelum jatuh tempo, dia akan mendapatkan santunan kematian sebesar 25% dari total yang disetorkan.
Merujuk penulisan Kontan.co.id, dalam memasarkan produk JS Saving Plan, Jiwasraya menggandeng perbankan. Ada 7 bank yang digandeng Jiwasraya yakni:
- Bank Tabungan Negara
- Bank Rakyat Indonesia
- Bank ANZ
- Bank Standard Chartered
- Bank KEB Hana Indoneisa
- Bank Victoria
- Bank QNB Indonesia
Baca Juga: Usut kasus Jiwasraya, Polri tunggu aba-aba dari Kementerian Keuangan
Untuk menarik calon investor, JS Saving Plan Jiwasraya menawarkan imbal hasil pasti atau guaranted return sebesar 9%-13% per tahun, tergantung masa polis selama periode 2013-2018.
Imbal hasil ini menggiurkan, lebih tinggi dari imbal hasil atau bunga deposito perbankan per tahun di tahun 2018 yang di kisaran 5% sampai 7% per tahun.
Adapun pencairan produk JS Saving Plan Jiwasraya ini bisa dilakukan setiap tahun, tergantung masa polis investor JS Saving Plan Jiwasaraya.
Menariknya untuk bisa menghasilkan imbal hasil atau return tinggi segede 9% sampai 13% per tahun, Jiwasraya bekerjasama dengan 13 manajer investasi. Dan, disinilah terungkap fakta-fakta aksi Jiwasraya menghasilkan return.
Baca Juga: Ini isi surat-menyurat pemerintah menyelamatkan Jiwasraya
1. Ada dugaan kesalahan pembentukan harga produk atau investasi atas JS Saving Plan Jiwasaraya tersebut alias mispricing.
Mispricing adalah kondisi harga saham dinilai overvalue atau undervalue dari nilai wajarnya. Implikasinya: jika saham dinilai overvalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan akan mengeluarkan saham baru.
Sebaliknya, jika saham dinilai undervalue dari nilai wajarnya, maka perusahaan cenderung akan menerbitkan utang dan membeli kembali sahamnya.
Dengan guaranted return 9%-13%, lebih tinggi dari pertumbuhan IHSG dan yield obligasi serta dapat dicairkan setiap tahun, Jiwasraya terus terkena risiko pasar," tulis dokumen tersebut, Kamis (19/12).
Imbal hasil dari obligasi korporasi dengan rating singleA (idA) hingga tripleA (AAA) berkisar 8%-9,5% per tahun. Adapun sepanjang tahun 2018, kinerja Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) hanya 2,3%.
2. Manajemen Jiwasraya diduga lemah dalam menjalankan prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi.
Berdasarkan perincian aset investasi Jiwasraya, investasi JS Saving Plan pada saham-saham dan reksadana yang berisiko tinggi atau high risk. Perinciannya sebagai berikut:
- Saham
Porsi investasi saham dalam portfolio JS Saving Plan sebesar 22,4% atau sebanyak Rp 7 triliun, dari jumlah aset finansial. Sebanyak 5% portfolio itu berisi saham-saham di Indeks LQ45 (45 saham unggulan dan paling likuid di Bursa Efek Indonesia), sementara sisanya di luar LQ45.
Baca Juga: Mantan direksi Jiwasraya dikabarkan kabur ke luar negeri, ini kata Kejagung
- Reksadana
Alokasi reksadana Saving Plan Jiwarsrya sebesar 59,1% atau sebesar Rp 14,9 triliun dari jumlah aset finansial. Dari jumlah ini, hanya 2% yang dikelola oleh top tier perusahaan manajer investasi (MI), sementara sisanya di luar perusahaan MI lainnya.
Selain itu, berkas dokumen yang sama menyebut, Jiwasraya tidak menerapkan portofolio manajemen lantaran tak memiliki portofolio guideline yang mengatur alokasi investasi maksimum pada high risk assetse. Alhasil, dengan kondisi pasar saat ini, mayoritas aset investasi tidak dapat diperjualbelikan alias tidak likuid.
3. Rekayasa harga saham (window dressing).
Jiwasraya diduga merekayasa harga saham antara lain dengan jual-beli saham dengan dressing reksadana. Modusnya, dengan saham yang harganya kemahalan atayu overprice dibeli oleh Jiwasraya, kemudian dijual pada harga negosiasi (di atas harga perolehan) kepada perusahaan manajer investasi (MI) untuk kemudian dibeli kembali oleh Jiwasraya.
"Hal ini dibuktikan dengan aset investasi Jiwasraya yang dominan pada saham dan reksa dana saham yang underlying asset-nya sama dengan portofolio saham langsung," tulis dokumen tersebut.
Baca Juga: Kejagung buru tersangka dugaan korupsi Jiwasraya
4. Tekanan likuiditas produk Saving Plan Jiwasraya karena penurunan kepercayaan nasabah terhadap produk Saving Plan menyebabkan penurunan penjualan produk ini.
Tidak adanya aset dan pencadangan aset yang cukup untuk memenuhi kewajiban membuat terjadi gagal bayar polis JS Saving Plan senilai Rop 12,4 triliun di Desember 2019 ini.
Penurunan kepercayaan nasabah membuat klaim atau lapse rate secara signifikan meningkat ke 51% dan terus meningkat hingga 85%. Hal tersebut menyebabkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya.
Efeknya: perolehan premi menurun tajam, pendapatan investasi Jiwasaraya menurun. Dengan klaim yang terus naik membuat terjadi krisis likuiditas di Jiwasraya. Juni 2019, ekuitas Jiwasraya negatif sebesar Rp 20,2 triliun dan rasio kecukupan modal atau risk based capital (RBC) Jiwasraya minus hingga 664,4% .
Jika merujuk surat menyurat Menteri BUMN Rini Soemarno dengan manajemen asuransi Jiwasraya saat itu, Menteri BUMN Rini Soemarno menyetujui aksi korporasi Jiwasraya berupa transaksi repo atas aset investasi Jiwasraya berupa surat berharga pemerintah dan korporasi dengan indikatif proceed sekitar Rp 1,38 triliun (repo BRI) dan Rp 379 miliar (repo BTN).
Baca Juga: Edan, per Agustus 2019, potensi kerugian negara dari kasus Jiwasraya Rp 13,7 triliun!
Lalu, Jiwasraya melakukan penarikan fasilitas kredit BNI beragunan aset perusahaan atau Jiwasraya berupa surat berharga pemerintah dan korporasi dengan nilai Rp 242,3 miliar.
Tak hanya itu, Menteri BUMN juga menyetujui penarikan fasilitas kredit oleh Jiwasraya dari BTN dengan jaminan aset surat berharga senilai Rp 200 miliar untuk pemenuhan kewajiban jatuh tempo polis.
Menteri BUMN juga menyetujui aksi korporasi Jiwasraya dengan penarikan fasilitas kredit jangka pendek BRI dengan plafon maksimal Rp 400 miliar fasilitasi settlement pada saat roll over transaksi repo BRI serta menyetujui penerbitan MTN senilai Rp 500 miliar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News