Reporter: Christine Novita Nababan | Editor: Sanny Cicilia
JAKARTA. Tahun lalu memang bukan tahun cemerlang bagi industri perusahaan pembiayaan. Tak terkecuali bagi PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance). Aktivitas pembiayaan melambat seiring dengan penurunan daya beli masyarakat sebagai dampak dari makro ekonomi dan peningkatan inflasi dan kenaikan suku bunga acuan.
Akibatnya, laba bersih perusahaan berkode saham ADMF ini tergerus hingga 53%, yakni dari Rp 1,7 triliun pada tahun 2013 lalu menjadi hanya sebesar Rp 792 miliar pada akhir tahun 2014.
“Koreksi laba terutama dikarenakan kenaikan beban pendanaan, peningkatan biaya operasional dengan adanya peraturan terkait fidusia, kenaikan upah minimum regional, termasuk pencatatan akuntansi,” tutur Willy Suwandi Dharma, Direktur Utama Adira Finance, Jumat (30/1).
Selain itu, aktivitas usaha penyaluran pembiayaan anak usaha PT Bank Danamon Indonesia Tbk ini pun nyaris mandek. Pertumbuhan pembiayaan barunya hanya tumbuh 1,1%, yaitu dari Rp 33,7 triliun pada 2013 lalu menjadi sebesar Rp 34,1 triliun pada akhir 2014. Secara total, outstanding pembiayaan cuma naik 3% menjadi Rp 49,6 triliun sampai akhir tahun lalu.
Lini usaha pembiayaan sepeda motor masih berkontribusi besar terhadap bisnis perseroan, yaitu 58% dari total pembiayaan baru. Lini ini juga masih membukukan pertumbuhan positif sebesar 4% menjadi Rp 19,7 triliun. Namun, tidak demikian halnya dengan bisnis pembiayaan roda empat yang melorot 3% menjadi Rp 14,3 triliun.
Menurut Willy, perlambatan pertumbuhan pembiayaan roda empat bercermin pada kinerja penjualan mobil nasional yang turun 2% dan penjualan kendaraan komersial yang melorot hingga 6%. Beruntung, perseroan masih mampu menjaga pangsa pasarnya terhadap penjualan kendaraan bermotor nasional, yaitu masing-masing 12,6% untuk sepeda motor baru dan 5,3% untuk mobil baru.
Hafid Hadeli, Direktur Pemasaran Adira Finance mengungkapkan, di tengah perlambatan pertumbuhan pembiayaan, unit usaha syariah Adira Finance malah membukukan kinerja kinclong.
Peningkatannya mencapai 257%, yakni dari Rp 672 miliar di sepanjang tahun 2013 silam menjadi Rp 2,4 triliun di akhir tahun lalu. “Sebanyak 80% di antaranya merupakan kontribusi pembiayaan sepeda motor,” pungkasnya.
Namun demikian, Adira Finance harus mempertahankan kualitas kreditnya. Pasalnya, perlambatan ekonomi sedikit banyak berdampak pada kemampuan mencicil konsumen. Apalagi, inflasi menembus 8% hingga akhir tahun lalu. Tak heran, rasio kredit macet alias non performing finance (NPF) perseroan terkerek dari 1,3% pada tahun sebelumnya menjadi 1,5% pada akhir tahun lalu.
Sekadar informasi, porsi pembiayaan di Adira Finance sebanyak 41% mengandalkan kerja sama pembiayaan bersama dengan induk usahanya. Sedangkan, 59% lainnya melalui pendanaan sendiri. Pendanaan sendiri itu antara lain berasal dari modal, penerbitan obligasi, dan sukuk, serta pinjaman sindikasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News