Reporter: Ferry Saputra | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah lender menggugat fintech peer to peer (P2P) lending PT Tani Fund Madani Indonesia atau TaniFund atas perkara wanprestasi atau gagal bayar. Dalam agenda mediasi, TaniFund menyatakan hanya sanggup membayar 3% pengembalian dana para lender.
Berdasarkan pantauan Kontan, sebanyak 3 lender menggugat TaniFund atas dasar perkara wanprestasi atau gagal bayar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terdaftar pada 18 Januari 2023 dengan nomor perkara 64/Pdt.G/2024/PN JKT.SEL. Tertera nilai sengketa Rp 131 juta.
Kuasa Hukum Lender TaniFund, Grace Sihotang, mengatakan agenda mediasi antara pihak TaniFund dengan lender telah dilakukan. Grace menyebut TaniFund diwakilkan kuasa hukum Khairil Hamzah dari KHP Law Firm sempat mengajukan proposal perdamaian kepada para lender.
Baca Juga: Pengamat Sebut Masalah Utama Gagal Bayar Fintech Lending Ada di Sistem Credit Scoring
Dalam proposal penawaran perdamaian yang diajukan, Khairil menyampaikan posisi kasus yang terjadi antara Penggugat dan Para Tergugat, yakni kliennya merupakan perusahaan fintech P2P lending mempertemukan antara Lender dan Borrower pada Platform Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi berdasarkan POJK Nomor 77 tahun 2016 pasal 1 ayat 3 dan POJK Nomor 10 tahun 2022 pasal 1 ayat 1 yang telah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan.
Berdasarkan Perjanjian Penyaluran Fasilitas Pinjaman terkait hak dan kewajiban, dia bilang kliennya hanya sebatas menyalurkan pinjaman dari Lender kepada Borrower (Petani).
Lebih lanjut, Khairil mengatakan TaniFund telah memberi imbauan melalui Website dan Aplikasi serta tertuang dalam klausul pada Perjanjian Penyaluran Fasilitas Pinjaman bahwa seluruh risiko atau kerugian terkait kesepakatan Pendanaan ditanggung sepenuhnya oleh para lender selaku investor/pendana.
Selain itu, dia mengatakan bahwa kliennya dilarang memberikan segala bentuk jaminan sesuai POJK Nomor 77 tahun 2016 pasal 43 huruf c dan POJK Nomor 10 tahun 2022 pasal 111 huruf f.
"Dengan demikian, klien kami tidak akan memberikan jaminan dalam segala bentuknya atas pemenuhan kewajiban pihak lain termasuk membayarkan lebih dahulu kewajiban Borrower kepada para Lender," tulis Khairil dalam proposal tersebut.
Berdasarkan POJK 10 tahun 2022 pasal 38 ayat 3, Khairil menerangkan TaniFund selaku perusahaan fintech P2P lending hanya diwajibkan bekerja sama dengan Perusahaan Asuransi, bukan wajib mengasuransikan seluruh proyek pembiayaan sebagaimana diatur pada klausul hak dan kewajiban penyelenggara pada Perjanjian Penyaluran Fasilitas Pinjaman.
Berdasarkan posisi kasus tersebut, Khairil yang mewakili TaniFund menawarkan sejumlah penawaran. Salah satunya mengembalikan dana para lender yang merupakan Penggugat sebesar 3% dari total pendanaan.
Baca Juga: Fintech Ilegal Marak, Permintaan Tinggi dan Minimnya Literasi Masyarakat Jadi Sebab
"Klien kami hanya sebagai penyelenggara yang hanya mendapatkan service fee administrasi sebesar 3% dari nilai proyek. Sebagai iktikad baik kami, klien kami akan menanggung pengembalian sebesar 3% dari total nilai yang digugat, yaitu senilai Rp 3,93 juta dari Rp 131 juta, yang akan dibayarkan sekaligus setelah adanya validas? nilai pendanaan proyek yang sesuai dari sistem pencatatan milik klien kami dan setelah penandatanganan akta perdamaian atau Akta Van Dading," ungkapnya dalam proposal perdamaian.
Selain itu, Khairil menyebut TaniFund tetap menjalankan penagihan kepada Borrower baik ditagihkan melalui internal perusahaan maupun ditagihkan oleh jasa penagihan Pihak Ketiga yang akan ditunjuk dengan jangka waktu selama 1 tahun.
Khairil juga menyampaikan TaniFund akan memberikan informasi yang cukup dan transparan sesuai dengan peraturan yang berlaku kepada Penggugat, apabila Penggugat hendak melakukan penagihan secara langsung kepada Borrower.
Mengenai hal itu, Grace menegaskan tak terima dengan penawaran yang diajukan pihak TaniFund. Sebab, dia menilai nominal 3% tersebut sangat kecil.
"Lihat saja cuma 3%. Pas mereka ingin menawarkan proposal perdamaian, saya sudah mulai tenang. Namun, saat dilihat dalam proposal porsinya hanya 3% saja, kalau dibagi 3 orang, cuma sekitar Rp 1 juta per orang. Akhirnya saya tegas menolak dan tidak setuju. Kalau mungkin 10%, ya, masih bisa dipertimbangkan. Selain itu, mereka menawarkan untuk memberikan informasi borrower apabila Penggugat ingin menagih secara langsung, terus fungsi mereka apa?" katanya kepada Kontan, Jumat (5/4).
Baca Juga: Lagi, Lender Menggugat TaniFund Atas Perkara Gagal Bayar
Grace mengatakan pada akhirnya memutuskan untuk melanjutkan proses ke persidangan atau pokok perkara. Sebab, mediasi sudah gagal atau deadlock karena tak sesuai dengan keinginan para lender. Dia berharap pada tahap berikutnya, para lender bisa mendapatkan pendanaannya kembali.
Grace menerangkan awalnya sudah mengajukan proposal ke pihak TaniFund mengenai pengembalian secara bertahap. Akan tetapi, pihak TaniFund tak setuju dan mereka pun akhirnya mengajukan proposal perdamaian tersebut. Dia menjelaskan proses persidangan pokok perkara kemungkinan akan dilakukan setelah Lebaran.
Sebelumnya, Grace sempat menerangkan kepada Kontan duduk perkara permasalahan yang dialami para lender. Dia menyampaikan bahwa wanprestasi yang terjadi pada TaniFund diduga telah terjadi sejak 2022. Sekitar November 2022, dia bilang hampir seluruh lender Tanifund, termasuk penggugat sudah lagi tidak menerima imbal hasil.
Grace menuturkan manajemen TaniFund berdalih kegagalan panen yang dialami petani disebabkan faktor alam, seperti hujan dan hama. Hal itu kemudian menjadi pemicu gagal bayar kepada lender.
Baca Juga: OJK Telah Limpahkan Kasus Fintech TaniFund ke Bareskrim Polri
Di sisi lain, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akhirnya mengambil langkah tegas dengan melaporkan TaniFund ke kepolisian terkait permasalahan gagal bayar dan indikasi fraud.
"Untuk kasus TaniFund, OJK sudah melakukan pelimpahan kepada Bareskrim. Untuk proses hukum lebih lanjut dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum," ucap Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman dalam lembar jawaban tertulis RDK OJK, Rabu (3/4).
Agusman menyatakan OJK tetap melakukan pendalaman atas tindak lanjut penyelesaian permasalahan yang terjadi pada TaniFund, khususnya terkait penanganan pendanaan macet bagi lender.
Dia juga menyebut OJK mewajibkan kepada TaniFund untuk melakukan penyelesaian permasalahan yang melibatkan lender dan/atau borrower mengacu pada ketentuan POJK Nomor 10 Tahun 2022.
Berdasarkan situs resmi TaniFund, tertera bahwa perusahaan tersebut sedang dalam pantauan OJK. Adapun TKB90 TaniFund pada 5 April 2024 tercatat sebesar 36,07%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News