Reporter: Dina Farisah | Editor: Rizki Caturini
JAKARTA. Pembiayaan ekonomi kreatif tidak bisa dipandang sebelah mata. Sejak dibentuk kelompok kerja (pokja) pembiayaan ekonomi kreatif pada 2015, dana yang disalurkan terus meningkat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir 2016, pembiayaan industri kreatif Rp 5,1 triliun. Angka ini meningkat 18,6% dibandingkan akhir 2015, Rp 4,3 triliun. Suwandi Wiratno Siahaan, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mengatakan, saat ini terdapat 15 subsektor pembiayaan ekonomi kreatif yang disasar sekitar 10 perusahaan pembiayaan.
"Dari pembiayaan Rp 5,1 triliun tersebut, yang paling banyak berupa pembiayaan kuliner Rp 2,86 triliun. Tahun ini kami harapkan pembiayaan ekonomi kreatif Rp 6 triliun-Rp 6,5 triliun," kata Suwandi, Selasa (14/3).
Data APPI akhir 2016, pembiayaan terbesar lain setelah kuliner adalah pembiayaan kerajinan tangan senilai Rp 1,14 triliun. Pembiayaan fesyen dan percetakan masing-masing sebesar Rp 399 miliar dan Rp 332 miliar.
Suwandi optimistis, pembiayaan ekonomi kreatif pada 2017 makin menggeliat. APPI akan menggandeng Himpunan Pengusaha Pribumi Indonesia (HIPPI). Menurut dia, kemitraan ini sesuai dengan visi misi HIPPI yang ingin meningkatkan pelaku usaha mikro, kecil, menengah (UMKM).
Salah satu perusahaan pembiayaan yang berpartisipasi adalah PT Pro Car International Finance. Direktur Utama Pro Car, Gusti Wira Susanto menjelaskan, sepanjang 2016 telah menyalurkan pembiayaan di bawah Rp 50 miliar. Pembiayaan tersebut mengalir ke kuliner, fesyen dan kerajinan tangan.
Gusti bilang, kendala menyalurkan pembiayaan kreatif antara lain UMKM tak memiliki jaminan. Maka itu, pihaknya menggandeng PT Asuransi Kredit Indonesia (Askrindo) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (Jamkrindo). Tantangan lainnya perusahaan sektor ekonomi kreatif adalah manajemennya belum dikelola baik karena rata-rata perusahaan keluarga.
Suhartono, Presiden & CEO PT Federal International Finance (FIF Group) mengklaim, lebih dulu menyalurkan pembiayaan kreatif sebelum ada pokja pembiayaan ekonomi kreatif. Sebab, nasabah FIF umumnya mengajukan kredit sepeda motor untuk produktif (berdagang).
Dari 100% portofolio pembiayaan FIF, 40% digunakan pelaku usaha kecil (UKM), 25% sebagai alat transportasi hari, 20% berdagang, sisanya mengalir ke guru, petani dan lain-lain.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News