Reporter: Nurul Kolbi | Editor: Test Test
TABANAN. Menjadi Pimpinan Cabang BRI Tabanan, Bali, Maret 2009, Nazarrudin heran dengan perkembangan kredit peternakan sapi Bali di daerah ini. Realisasi kredit bersubsidi atau lebih dikenal dengan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) itu, kecil sekali. Hanya Rp 4 miliar sejak program ini bergulir, Juli 2007 lalu.
Ketimbang realisasi kredit sejenis di BRI cabang Curup, Bengkulu, Nazar merasa pencapaian itu jauh dari optimal. Di tempat ia berkarir sebelum pindah ke Tabanan, realisasi kredit ke peternak sapi bisa mencapai Rp 25 miliar. “Padahal, sapi yang diternakkan di Bengkulu semuanya berasal dari Bali,” katanya, akhir pekan lalu.
Dari evaluasi, Nazar menemukan banyak celah yang membuat KKPE di Tabanan tidak maksimal. Mulai dari proses verifikasi calon debitur, pencairan hingga pembayaran angsuran. Setelah memetakan masalah, Nazar mengubah strategi. "Dalam memperbaiki pengelolaan, kami juga harus melakukan pendekatan budaya," katanya. Tata kelola yang diubah itu misalnya soal pembayaran. Jika sebelumnya mereka melunasi utang sekali saja, sekarang dicicil menjadi enam bulan sekali.
Peran adat juga dilibatkan dalam pembuatan perjanjian kredit. Lelaki kelahiran Aceh ini meyakini kepatuhan yang tinggi masyarakat Bali terhadap hukum adatnya, bisa membuat risiko kredit macet menjadi rendah. “Jadi, proses pengajuan dan pencairan, saya buat sedemikian rupa agar debitur merasa terikat dengan sanksi adat,” katanya.
Teknisnya begini. Setiap kelompok tani penerima kredit harus membuat surat pernyataan kesanggupan melunasi utang. Penandatanganan surat ini diketahui atau disaksikan oleh tetua dan lembaga adat.
Surat pernyataan itu lebih dikenal dengan sebutan perarem. Jika melanggar, kata Nazar, yang bersangkutan bisa diacuhkan ketika mengurus sesuatu ke lembaga adat. “Ini ampuh meningkatkan kepatuhan mereka,” katanya. Perarem ini harus dilampirkan dalam pengajuan kredit ke BRI Tabanan.
I Wayan Targa, Ketua Kelompok Tani Swamitra, Desa Antap, Tabanan, mengatakan semua anggota kelompok yang mendapat KKPE harus bersedia meneken perarem itu. Dalam surat pernyataan tersebut juga disebutkan, jika ada yang lalai atau tidak patuh membayar, maka ketua kelompok berhak menjual aset yang bersangkutan untuk melunasi tunggakan.
Kelompok Swamitra menerima fasilitas KKPE dari BRI sejak 2009 lalu. Pinjaman sebesar Rp 265 juta dibelikan bibit sapi, lalu dibagikan ke 30 anggotanya untuk digemukkan. KKPE berbunga 12%. Sebanyak 6% menjadi beban debitur, sisanya ditanggung pemerintah.
Sejauh ini, terobosan Nazar memperbesar kredit bersubsidi ke peternak sapi Bali terbilang berhasil. Jika pada Maret 2009 lalu outstanding KKPE di BRI Tabanan hanya Rp 4 miliar, per Agustus 2010 melonjak menjadi Rp 12 miliar. Tingkat kredit macetnya nol persen.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













