kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Teknologi bank digital bukan cuma dongkrak valuasi, juga harus berefek ekonomi


Senin, 13 Desember 2021 / 10:50 WIB
Teknologi bank digital bukan cuma dongkrak valuasi, juga harus berefek ekonomi
ILUSTRASI. Ilustrasi keuangan digital. KONTAn/Muradi/2017/04/18


Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Ahmad Febrian

KONTAN.CO.ID - JAKARTA.  Sejak awal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tidak mendikotomi bank konvensional dengan bank digital. Bank is bank. Dengan kata lain,  bank digital maupun bank konvensional wajib menggerakkan ekonomi melalui penyaluran kredit sebagai fungsi utama perbankan.

Dalam menyalurkan kredit, tentu prinsip kehati-hatian yang utama. Lebih aman bagi perbankan sudah memiliki ekosistem sendiri. Bagi yang belum mau tak mau harus menggandeng pihak lain

Seperti Bank Jago. Direktur Utama Bank Jago, Kharim Siregar mengatakan, tahun depan akan mengucurkan kredit secara langsung. Sayang, ia tak menyebut ke sektor apa.

Selama ini, Bank Jago menggandeng financial technology (fintech) dan multifinance dalam menyalurkan kredit secara channeling. Dan tentu saja dua institusi itu juga sudah menggandeng lembaga keuangan lain. 

Bank Jago memang harus berhitung. Para kompetitornya sudah memiliki ekosistem amat matang.  "Agak berat melawan bank besar yang membangun ekosistem digital melalui mobile banking dan internet banking mereka," kata Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin, ke Kontan.co.id, Jumat (10/12). 

Pakar keuangan dan pasar modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy konsisten  tak memandang nilai valuasi bank digital. “Yang ada grup besar di belakangnya seperti BCA, Astra, BRI mestinya oke. Berikutnya mungkin grup Emtek dan lainnya,” ujar Budi.

Ia menilai, sangat penting bagi bank digital memiliki ekosistem memadai.  "Bank digital yang bisa jalan ialah yang punya ekosistem. Sedangkan yang  lain, cuma ikut-ikutan supaya dapat valuasi yang tinggi alias ikut gorengan,” jelasnya.

Budi benar. Nu Bank dan Kakaobank, dua role model bank digital berangkat dari ekosistem yang kuat, loyal dan milik sendiri.  Nu Bank acap disebut-sebut bank digital Indonesia karena salah satu investor Nu Bank juga berinvestasi di Indonesia.

Tapi sayang, langkah Nu Bank belum diikuti bank digital Indonesia. Nu Bank  membangun sendiri credit score nasabah. Sehingga bisa memberikan bunga kredit lebih murah dengan tetap menjaga risiko. 

Sedangkan Kakaobank awalnya aplikasi percakapan yang amat populer di Korea Selatan, Kakaotalk. Selama tujuh tahun Kakaotalk berhasil menjaring pengguna yang loyal. Kini 90% penduduk Korea Selatan adalah pengguna Kakaotalk. Setelah solid, barulah mendirikan Kakaobank. 

Dengan mengacu Nu Bank dan Kakaobank, sebetulnya bank digital bisa memaksimalkan teknologi yang mereka miliki.  Boleh-boleh saja sekarang menggandeng fintech atau multifinance.

Tapi jangan keasyikan mendongkrak valuasi. Ke depan jangan lupa memperluas inklusi keuangan seperti Nu Bank yang membikin credit score, dan memberikan bunga murah. Sehingga mendorong ekonomi negeri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×