Reporter: Fransiska Firlana | Editor: Johana K.
JAKARTA. Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) berniat mengajukan revisi aturan permodalan minimum yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 81 tahun 2008. PP ini mengatur penyelenggaraan usaha perasuransian.
Ketua Umum AAUI Kornelius Simanjuntak bilang, keinginan asosiasi mengajukan revisi tersebut berdasarkan kondisi industri asuransi yang menurutnya masih terimbas dampak resesi global. “Revisi itu diajukan untuk hal yang baik," katanya, pekan lalu. Dengan kondisi seperti itu, kata Kornelius, seharusnya ketentuan permodalan asuransi lebih difokuskan pada kesehatan perusahaan, "Bukan pada besaran modal."
Pemerintah melalui Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) mewajibkan perusahaan asuransi memiliki modal minimal Rp 40 miliar di akhir 2010. Kebijakan ini bertujuan mendorong industri asuransi memiliki daya saing yang baik. Tapi, aturan tersebut membuat perusahaan asuransi yang bermodal pas-pasan harus menutup usaha mereka.
Beratnya aturan modal itu sempat membuat asosiasi asuransi internasional, Geneva Association, beberapa waktu lalu mengirimkan surat kepada Kementerian Keuangan agar tidak memaksakan batasan modal bagi perusahaan asuransi dan reasuransi. Menurut Geneva, hal itu justru tidak menyehatkan industri asuransi.
Menurut Kornelius, dalam bisnis jasa keuangan tidak ada jaminan bahwa yang bermodal besar akan menjadi yang terbaik. "Kalau yang kecil dan menengah tapi sehat di segmennya, biarkan saja,” katanya. Pilihan merger bagi perusahaan asuransi bermodal cekak juga tidak menjamin akan lebih sukses.
Kepala Biro Perasuransian Bapepam-Lk Isa Rachmatarwata mengatakan, jika perusahaan asuransi memang tidak bisa menambah modal dari suntikan dana segar atau laba ditahan, mereka harus mulai memikirkan mencari investor baru atau menggandeng mitra strategis.
Saat ini, banyak perusahaan asuransi sudah tidak aktif beroperasi karena terbentur permodalan. "Asosiasi harus berperan lebih agar perusahaan seperti itu tidak mengganggu reputasi industri," kata Isa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News