Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perjuangan pensiunan perusahaan BUMN belum berakhir. Berbagai upaya dilakukan oleh para pensiunan tersebut menuntut polis anuitas dana pensiun dihilangkan dari skema restrukturisasi Jiwasraya.
Para pensiunan ini tergabung dalam Forum Pensiunan BUMN Nasabah Jiwasraya (FPBNJ). Ketua FPBNJ Syahrul Tahir mengatakan, sudah beberapa kali mengirimkan surat kepada Menteri BUMN Erick Thohir namun belum mendapatkan respon.
Pada 29 April lalu, ratusan anggota juga mendatangi kantor kementerian namun gagal bertemu dengan pejabat berwenang. "Kami cuma mau mengadakan dialog dengan pak menteri namun tidak kunjung hadir," kata Syahrul, Minggu (2/5).
Baca Juga: Bank Mantap menerbitkan obligasi Rp 2 triliun
Padahal, ia hanya ingin adanya keadilan agar skema restrukturisasi Jiwasraya bagi para pensiunan dibatalkan. Dengan begitu, mereka tetap bisa menerima manfaat seumur hidup tanpa adanya potongan ataupun melakukan top up.
Tercatat, ada 12 dana pensiun BUMN yang menolak skema restrukturisasi Jiwasraya. Mereka menganggap skema Jiwasraya merugikan serta melanggar aturan terkait manfaat dana pasti yang mereka terima setiap bulan.
Sebelumnya, para pensiunan BUMN ini ditawarkan tiga skema untuk proses restrukturisasi Jiwasraya yang bisa diikuti. Pertama, misalnya, pensiunan Garuda Indonesia harus top up senilai Rp 1,8 triliun. Pilihan lainnya, nilai manfaat turun rata-rata 69,3%-73%.
Pilihan ketiga, jangka waktu penerimaan uang pensiun tidak seumur hidup seperti halnya dana pensiun biasa, tapi diperpendek hingga maksimal tujuh tahun. Skema ini diberlakukan sama dengan BUMN lain dengan nominal yang berbeda.
Baca Juga: Hingga April, Jamkrindo jamin kredit kepada pelaku UMKM senilai Rp 14,48 triliun
Menanggapi penolakan para pensiunan BUMN, Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga mengatakan, opsi pertama memang mengharuskan nasabah untuk top up agar anuitas bulanan tetap bisa dipertahankan.
"Apabila pemegang polis tidak melakukan top up maka manfaat anuitas bulanan akan turun. Namun apabila pemegang polis juga tidak melakukan top up dan menghendaki manfaat tetap, maka manfaat asuransi akan diperpendek," kata Arya.
Senada, Koordinator Juru Bicara Tim Percepatan Restrukturisasi Jiwasraya, R Mahelan Prabantarikso menyebutkan, pihaknya tetap memfasilitasi dialog dengan pensiunan melalui perusahaan masing-masing. Namun, dialog tersebut tidak bertujuan mengubah skema yang sudah ada.
Ia juga menegaskan tiga opsi tersebut sudah bersifat final, sehingga tidak akan berubah. "Kalau diubah berarti Jiwasraya tidak konsisten dan mencederai pemegang polis yang kurang lebih 78 % setuju dengan restrukturisasi tersebut," terangnya.
Perkembangan restrukturisasi
Mendekati batas waktu, restrukturisasi polis ritel Jiwasraya masih tertinggal dari bancassurance maupun korporasi. Hingga 30 April 2021, restrukturisasi polis ritel baru 77,9% atau setara 138.365 nasabah.
Baca Juga: Maipark targetkan premi bruto capai Rp 353,5 miliar tahun ini
Padahal, perkembangan dua polis lainnya sudah melebih 80% yaitu bancassurance 93,8% dan korporasi 85,1%. Manajemen mengaku kesulitan untuk menjangkau polis ritel sehingga program ini tidak berjalan maksimal.
"Polisnya kecil-kecil tapi tidak terlalu jelas secara data. Kami sudah coba hubungi dan komunikasi dengan surat tidak sampai dan telepon juga tidak ada. Ini jadi tantangan kenapa ritel baru sekian," kata Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko.
Hexana menyebut, banyak polis ritel tidak teridentifikasi secara jelas. Jika sampai batas akhir tidak ada tanggapan maupun laporan, ia akan umumkan nama-nama pemegang polis itu ke publik.
Selanjutnya: Masih lambat, restrukturisasi polis milik nasabah ritel Jiwasraya baru 76,2%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News