Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tahun 2024 menjadi tahun yang cukup berat bagi bisnis perbankan. Tak hanya beban bunga yang tinggi, peningkatan risiko kredit di industri perbankan telah membuat beberapa bank membentuk pencadangan yang lebih besar dan mempengaruhi laba mereka.
Kabar baiknya, menjelang akhir tahun 2024 ini, risiko kredit perbankan terpantau kian membaik. Hal ini tercermin dalam rasio loan at risk yang per Oktober 2024 sudah kembali menjadi satu digit di level 9,94%. Bahkan, level tersebut mendekati level sebelum pandemi yaitu sebesar 9,93% per Desember 2019.
Namun, risiko kredit yang kian membaik tersebut tampaknya belum tentu akan mempengaruhi bank untuk mengurangi beban pencadangan mereka. Sebab, ketidakpastian kondisi ekonomi bisa membuat risiko kredit sewaktu-waktu meningkat.
Baca Juga: Ini Bank yang Operasionalnya Paling Efisien di Kuartal III-2024, BCA Jadi Jawara
Ekonom Senior LPPI Ryan Kiryanto mengungkapkan bahwa tren pencadangan di perbankan akan tetap naik pada 2025. Terlebih, kredit-kredit baru yang diberikan dalam situasi kondisi ekonomi tidak stabil ini tetap berpotensi meningkatkan risiko kredit.
Hanya saja, ia menilai itu bukanlah sebuah sinyal negatif. Sebab, bank perlu menyisihkan labanya untuk pencadangan yang lebih tinggi. Menurutnya, ini langkah konservatif dari bank untuk memiliki bantalan yang kuat di masa mendatang.
”Pencadangan ini sumber untuk bank mau untung berapa, kalau mau untung besar ya itu diturunin, tapi kita ngak tahu masa depan, serapan risk-nya jadi lemah,” ujar Ryan, Jumat (20/12).
Lebih lanjut, ia menilai bank yang terlihat menaikkan pencadangan itu justru terlihat bahwa bankirnya merupakan orang yang konservatif atau prudent. Oleh karenanya, Ryan bilang banyak analis perbankan yang merekomendasikan bank dengan tingkat pencadangan yang tinggi.
Baca Juga: Risiko Kredit Macet Tetap Mengintai Perbankan, Meski Rasio NPL Membaik
’Bank yang baik itu yang pencadangan-nya besar,” tambahnya.
Pada tahun 2024, ada beberapa bank terpantau yang secara signifikan menaikkan pencadangannya. Ambil contoh, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) yang biaya pencadangannya per September 2024 meningkat hingga 60,2% YoY menjadi Rp 2,4 triliun.
Dengan pencadangan yang meningkat tersebut pada akhirnya membuat NPL coverage maupun LAR coverage BCA di posisi yang cukup kuat. Masing-masing berada di level 193,9% dan 73,5% di periode September 2024.
EVP Corporate and Social Responsibility BCA Hera F Haryn menyampaikan bahwa pada tahun depan, pihaknya akan tetap melanjutkan strategi untuk melakukan diversifikasi kredit untuk memitigasi risiko konsentrasi kredit.
Adapun, strategi tersebut dilakukan untuk memitigasi risiko konsentrasi kredit dan pemantauan kualitas kredit secara proaktif. Ini sejalan dengan upaya bank untuk membentuk tingkat pencadangan yang memadai guna mengantisipasi penurunan kualitas aset.
Baca Juga: OJK Catat Utang Sritex Tersebar di 27 Bank dan 3 Multifinance Per September 2024
”Kami akan terus mengkaji pencadangan yang dimiliki, sejalan dengan perkembangan kualitas aset dan kondisi ekonomi,” ujar Hera.
Selain BCA, ada juga PT Bank Maybank Indonesia Tbk yang memiliki tren kenaikan pencadangan di 2024. Bahkan, itu membuat bank asal Malaysia ini rela mengalami penurunan laba di tahun ini.
Per November 2024, beban pencadangan Maybank Indonesia tercatat sebesar Rp 880,57 miliar. Angka tersebut mengalami peningkatan 38,68% YoY dari periode sama tahun sebelumnya yang senilai Rp 634,95 miliar.
Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor yang membuat laba Maybank Indonesia terlihat turun di periode yang sama. Adapun, penurunan laba Maybank Indonesia sekitar 46,32% YoY menjadi Rp 609,76 miliar.
Presiden Direktur Maybank Indonesia Steffano Ridwan menyadari bahwa pembentukan pencadangan yang lebih tinggi dilakukan bank di awal kuartal tahun 2024. Ia bilang hal tersebut merupakan langkah proaktif untuk mengantisipasi risiko kredit dari nasabah korporasi yang mereka miliki.
Baca Juga: Laba BCA Naik 12,8% Menjadi Rp 41,1 Triliun Per September 2024
”Kami melihat perkembangan dari geopolitik walaupun juga dari global economy yang masih penuh dengan tantangan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Steffano melihat langkah tersebut telah membuat rasio kredit macet yang dimiliki Maybank Indonesia terus membaik. Artinya, pembentukan pencadangan yang besar ini merupakan tindakan yang baik untuk mengantisipasi risiko kredit Maybank Indonesia.
Pada tahun 2025, ia berharap tren perbaikan kualitas portofolio yang dimiliki Maybank Indonesia tetap berlanjut. Ini sejalan dengan upaya-upaya lain yang sudah dilakukan bank seperti perbaikan risk framework hingga perbaikan value proposition.
”Tujuannya tentu membangun kualitas portofolio yang lebih baik dan pencadangan tentunya juga bisa lebih baik,” tandasnya.
Selanjutnya: MNC Land (KPIG) Jual Aset Tanah di MNC Bali Resort senilai Rp 5,5 Triliun
Menarik Dibaca: 4 Manfaat Minum Air Kelapa Hijau Rutin untuk Kesehatan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News