kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tren penurunan bunga, ini imbasnya terhadap industri menurut bankir


Rabu, 20 November 2019 / 16:44 WIB
Tren penurunan bunga, ini imbasnya terhadap industri menurut bankir
ILUSTRASI. Nasabah melakukan transaksi di Bank Jatim Thamrin City Jakarta, Jumat (20/7). Laporan keuangan Semester I tahun buku 2018, aset Bank Jatim tumbuh 15,63% atau sebesar Rp 59,54 triliun dan laba bersih tercatat Rp 758,28 miliar atau tumbuh 5,01% Year on Year


Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan suku bunga menjadi angin segar bagi industri perbankan. Sebab, selain bisa menurunkan biaya bunga bank, perbankan juga memiliki ruang tambahan untuk menurunkan bunga kredit untuk mendorong penyaluran kredit.

Namun, di sisi lain, volatilitas perbankan terhadap risiko juga ikut melebar. Hal ini tentu mengharuskan bank untuk lebih waspada dalam menyalurkan kredit di tengah laju penurunan bunga.

Baca Juga: Bunga LPS turun, bunga deposito bank tertinggi 6,8%

Menurut Direktur Kepatuhan PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) Mahelan Prabantarikso, tren penurunan bunga harus dapat dimaanfaatkan seluruh bank secara efektif. "Bukan sekedar bunga yang turun, tapi apakah penurunan bunga sudah dapat mendorong pertumbuhan ekonomi?," katanya kepada Kontan.co.id, Selasa (19/11).

BTN sebagai bank pemain kredit pemilikan rumah (KPR) mengamini bahwa industri properti sedang tumbuh melambat, terutama untuk bangunan tinggi (high rise building). Meski masih lesu, Mahelan menyebut potensi pembiayaan perumahan yang bisa digali masih sangat jumbo.

Sebab, saat ini ada backlog lebih dari 7 juta untuk perumahan. "Namun daya beli masyarakat yang menurun, mengakibatkan pertumbuhannya banyak ditopang perumahan subsidi," sambungnya.

Baca Juga: Catat bunga deposito di awal pekan ini, tertinggi 6,8%

Menurutnya, penurunan suku bunga saja tidak dapat secara langsung mendorong permintaan KPR. Alhasil, regulator pun sudah memberi banyak relaksasi untuk meningkatkan pertumbuhan properti, diantaranya pelonggaran loan to value (LTV) oleh Bank Indonesia. Ia berharap, lewat stimulus tersebut pertumbuhan kredit perumahan baru mulai terasa kenaikannya di tahun depan.

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk (Bank Jatim) Ferdian Timur Satyagraha punya pandangan berbeda. Menurutnya, tren penurunan suku bunga yang terjadi saat ini tidak terlepas dari kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) yakni The Fed.

Menurut kacamata Ferdi, penurunan bunga The Fed sebanyak tiga kali di tahun ini pun banyak disebabkan faktor usulan dari Presiden AS Donald Trump. "Trump berpendapat apabila suku bunga diturunkan sampai minus akan merangsang laju kredit, ini menjadi kontraksi lantaran The Fed merasa ekonomi AS sudah stabil," jelasnya.

Perseroan memandang, langkah BI yang ikut menurunkan suku bunga BI 7 days reverse repo rate (7DRRR) dalam merespon kebijakan The Fed sudah tepat. Langkah tersebut memang cukup baik untuk mengantisipasi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melambat. Lihat saja, pada kuartal III 2019 pertumbuhan ekonomi Indonesia turun menjadi 5,02%.

Memang, suku bunga yang rendah menjadi penanda risiko yang akan semakin tinggi. Namun dari sisi perbankan, saat ini isu utama bukan penyaluran kredit melainkan kecukupan likuiditas. "Kebijakan ini harus didukung strategi moneter untuk menjaga kecukupan likuiditas dan mendukung transmisi bauran kebijakan yang akomodatif," katanya.

Sebab, pada umumnya aliran modal asing (investor) cenderung keluar di tengah adanya penurunan suku bunga yang berkelanjutan. Untuk itu, Bank Jatim menilai, BI harus selalu melihat perkembangan ekonomi dunia yang penuh dengan ketidakpastian, guna mempertahankan stabilitas ekonomi.

Baca Juga: Pasar uang antar bank (PUAB) mulai sepi, begini penyebabnya menurut bankir

Melalui cara ini, diharapkan permintaan kredit domestik bisa meningkat, ekspor naik, pariwisata tumbuh dan aliran modal asing bisa masuk, termasuk penanaman modal asing (PMA).

Di sisi lain, Presiden Direktur PT Bank OCBC NISP Tbk Parwati Surjaudaja memandang tren penurunan bunga bisa berdampak pada melemahnya laju profitabilitas perbankan.

Hal ini pun sudah tercermin dari tingkat net interest margin (NIM) bank yang sudah turun ke level 4,9% per September 2019. Posisi ini lebih rendah dibandingkan tahun-tahun sebelumnya yang selalu di atas 5%.

Baca Juga: Ini cara aktivasi BTN mobile banking, khusus nasabah BTN

Namun, hal tersebut dipandang Parwati sebagai mekanisme pasar yang wajar. Ke depan, seiring dengan mulai membaiknya pertumbuhan ekonomi, diharapkan mampu mendorong permintaan kredit yang pada akhirnya bakal mengerek laba perbankan.

Sebagai informasi saja, sepanjang tahun ini BI sudah menurunkan BI7DRRR sebanyak empat kali atau 100 basis poin (bps) di tahun ini menjadi 5%. Sementara itu, The Fed bulan lalu juga memutuskan untuk memangkas federal funds rate (FFR) sebesar 25 bps ke rentang 1,5%-1,75%. Pemangkasan tersebut merupakan yang ketiga kalinya dilakukan di tahun ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×