Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
Ia membandingkan dengan kondisi Indonesia. Tumbur bilang OJK mengawali industri P2P lending Indonesia melalui POJK 77. Ia menyebut aturan ini mengatur penyelenggara P2P lending dengan cukup baik tanpa menghilangkan inovasi dan keleluasaan usaha.
Selain itu, lanjut Ia, AFPI juga telah ditunjuk oleh OJK untuk menjadi mitra regulator untuk self-regulatory organization atau SRO. Asosiasi juga turut serta mengatur industri secara independen bagi kepentingan semua stakeholder. Khususnya dengan memastikan menjalankan pedoman penyelenggaraan usaha (code of conduct) oleh semua anggota AFPI.
Baca Juga: Pinjaman fintech lending menembus Rp 49 triliun, AFPI tidak revisi target pinjaman
“POJK 77 dan Code of Conduct AFPI untuk saat ini masih dirasakan cukup membentengi namun ke depannya tidak cukup terkait dengan inovasi baru, business model baru, teknologi baru dan isu-isu baru yang timbul. Sehingga sangat diperlukan penyesuaian atau perubahan POJK dan CoC AFPI,” tutur Tumbur.
Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi bilang selalu mendorong pertumbuhan industri ini. Namun Ia tidak menginginkan P2P lending Indonesia berakhir seperti di China. Lanjut Ia oleh sebab itu, OJK terus mengawasi dan menerapkan kehati-hatian.
“Kita tidak mau industri berakhir seperti di China yang mengalami kerusakan yang luar biasa. Kami akan jaga agar industri ini tetap sehat di masa depan,” kata Hendrikus.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News