Reporter: Mona Tobing, Nina Dwiantika | Editor: Ruisa Khoiriyah
JAKARTA. Risiko gagal bayar masih menjadi tantangan terbesar penyaluran kredit mikro. Agar terhindar dari masalah ini, bank biasanya sangat hati-hati memilih debitur. Walhasil, pengucuran kredit kurang optimal. Kalaupun tetap mengucurkan kredit, bank mematok bunga tinggi.
Agar pinjaman mengalir lebih deras dengan bunga lebih murah, bank perlu berbagi risiko. Salah satunya berupa penjaminan kredit. Sejumlah bank BUMN dan bank pembangunan daerah (BPD) sudah menikmati fasilitas ini dalam program kredit usaha rakyat (KUR). Pemerintah, lewat Jamkrindo dan Askrindo, menanggung sebagian risiko.
Bank swasta rupanya mengekor pola ini. Yang terbaru, Bank Muamalat Indonesia menggandeng United State Agency for International Development (USAID) melakukan penjaminan kredit mikro khusus perempuan. Kedua pihak menandatangani nota kesepakatan Selasa (23/8).
Dalam kerjasama ini, USAID menanggung 50% risiko pembiayaan Bank Muamalat. Artinya, jika ada yang macet, lembaga otonom milik Pemerintah Amerika Serikat (AS) tersebut siap mengganti sebesar 50%. Pinjaman yang digaransi senilai US$ 1,15 juta.
Duta Besar AS, Scot Marciel menjelaskan, kerjasama ini menunjukkan kesungguhan AS membantu keluarga miskin dan perempuan di Indonesia. "Empat tahun ke depan kami menyiapkan US$ 10 juta untuk mendukung komitmen tersebut," katanya.
Direktur Utama Bank Muamalat, Alvian Arifin menjelaskan, pembiayaan bergaransi ini tidak langsung mengalir ke debitur, melainkan channeling melalui BPR Syariah, Kkperasi, dan lembaga keuangan mikro (LKM) Mitra Bisnis Keluarga. Mereka inilah yang meneruskan kredit ke masyarakat.
Bank menyediakan plafon pinjaman antara Rp 1 juta - Rp 5 juta, dengan jangka waktu dua tahun. "Ke depan kita akan berkerjasama dengan negara-negara lain seperti Timur Tengah," katanya.
Direktur Internasional dan Institusi Pembiayaan Bank Muamalat, Farouk Abdullah Alwyni menambahkan, pihaknya tidak menyalurkan pembiayaan secara langsung, karena nasabah mikro lebih banyak tersebar di pelosok wilayah. Maka itu, bank perlu melibatkan LKM, BPR dan koperasi agar bisa menjangkau mereka.
Bank Muamalat menetapkan marjin 13,5%. Persentase ini terbilang tinggi, karena USAID sudah memproteksi sebagian risiko dan pembiayaan mengalir secara channeling. Lewat penerusan, logikanya bank tidak lagi mengeluarkan biaya pemasaran, maintenance debitur maupun penagihan. "Untuk pembiayaan modal kerja, biasanya kami menetapkan margin di atas 14%," kilah Alvian.
Dengan memperhitungkan keuntungan BPRS, LKM dan koperasi, marjin di debitur bisa 20%. Maklum, mereka juĀga membutuhkan margin untuk mengganti biaya operasional. Hingga Juli 2011, Bank Muamalat telah menyalurkan pembiayaan mikro skekitar Rp 2,4 triliun atau sekitar 12% dari total pinjaman ritel sebesar Rp 11,3 triliun. Target akhir tahun Rp 2,8 triliun dengan nonperforming finance (NPF) 1%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News